The Demians part 23

demian n

Tittle : The Demians

Author : Ohmija

Cast : BTS and Seulgi Red Velvet, Irene Red Velvet, Kim Saeron and DIA Chaeyeon

Genre : Action, Romance, Comedy, Friendship

Senyuman di wajah Jin semakin melebar. Ini baru permulaan.

Dia punya rencana.

***___***

“Jika kau punya waktu, bolehkah aku mengajakmu makan siang?”tawar Jin dengan senyum manisnya.

Seulgi tidak langsung menjawab. Ia sedikit bingung. Namun ia balas tersenyum tak lama kemudian, “Aku rasa itu bukan hal yang tepat mengingat kau adalah calon suami dari saudara tiriku.”serunya lembut. “Aku tidak mau ada kesalahpahaman yang timbul karena kita makan siang bersama.”

Mendengar jawaban Seulgi, di belakangnya Jimin tersenyum samar. Dalam hati bangga pada jawaban gadis itu. Awalnya dia pikir gadis itu akan menyetujui ajakan Jin.

“Aku hanya ingin berteman. Aku rasa mereka tidak akan berpikiran yang tidak-tidak.” Jin masih mempertahankan senyuman di bibirnya. Menyadari jika Seulgi ternyata bukanlah gadis yang bodoh.

“Kau tidak tau apa yang ada di pikiran orang-orang itu, kan?”

“Lalu bagaimana jika aku bukanlah calon suami dari saudara tirimu? Apa kita bisa makan bersama?”

Seulgi sedikit terkejut mendengar ucapan berani Jin barusan. Ia memandang pria itu tanpa suara. Tidak bisa menebak apa yang sedang dia pikirkan saat ini.

“Aku akan menganggap kau menjawab ‘iya'” Jin lalu membungkukkan tubuhnya sedikit rendah. “Kalau begitu aku akan menagih janjimu ketika waktunya datang. Sampai jumpa, nona Kang.” Pria itu melambaikan tangannya lalu pergi meninggalkan Seulgi dan Jimin.

Seulgi menoleh, memandang punggung pria itu hingga ia menghilang di balik pintu. Apa yang sedang dia rencakan?”

***___***

Namjoon, Taehyung, Hoseok dan Yoongi pergi ke rumah Irene pagi itu. Mereka sedikit khawatir dengan keadaannya jadi mereka datang berkunjung. Sekaligus menyapa orang tuanya yang datang dari luar negeri. Sudah lama mereka tidak bertemu.

Setelah menekan bel, tak lama seseorang membukakan pintu. Itu ibu Irene, Wanita cantik yang tetap tidak berubah sejak beberapa tahun lalu.

“Annyeonghaseo, omoni.” Namjoon dan yang lain menyapanya sambil membungkukkan tubuh mereka sopan.

“Oh? Kalian?” Ibu Irene tersenyum hangat.

“Kemarin kami tidak sempat menyapa omoni dan ahjussi dengan baik. Maafkan kami.”seru Namjoon sambil memberikan keranjang berisi buah-buahan pada wanita itu.

“Kenapa kalian repot-repot?” Ibu Irene menerima keranjang itu. “Terima kasih.”

“Bukan apa-apa, omoni.”balas Namjoon. “Kami juga datang untuk melihat keadaan Irene noona. Apa dia baik-baik saja?”

Wajah Ibu Irene berubah keruh. Ia menghela napas panjang dan menggeleng, menandakan jika Irene masih sangat kacau. “Masuklah dulu. Kita bicara di dalam.”

Namjoon dan yang lain masuk ke dalam dan duduk di sofa ruang tamu. Ayah irene yang melihat kedatangan mereka juga menyambut mereka dengan hangat dan mempersilahkan mereka duduk.

“Kami mengerti Irene noona pasti masih shock dengan kepergian halmoni. Jika dia masih tidak mau di ganggu, kami tidak akan memaksa untuk bertemu dengannya.”

“Dia terus menangis di kamarnya karena dia merasa jika dia belum melakukan hal terbaik untuk neneknya. Dia terus menyalahkan dirinya sendiri. Dia juga belum makan sejak semalam. Itu membuat kami sangat khawatir.”

Ayah Irene mengangguk, “Jadi kami memutuskan untuk membawanya kembali ke China besok lusa.”serunya membuat yang lain terkejut, termasuk Taehyung. “Karena tempat ini hanya akan membuatnya sedih. Kami ingin dia menenangkan diri.”

“T-tapi… jika Irene noona pergi… siapa yang akan mengurus rumah sewa disini?”tanya Hoseok.

“Adikku yang akan mengurusnya. Dia sudah berhenti bekerja jadi dia punya waktu luang untuk mengurus tempat ini.”

“Tapi… ahjussi… kami barus saja bertemu dengan Irene noona. Apakah tidak ada jalan lain? Apa tidak bisa jika Irene noona tetap tinggal disini saja?”tambah Hoseok lagi.

Namjoon menahan lengan Hoseok lalu menggeleng, “Kita harus mengerti perasaan Irene noona sekarang. Mungkin hal itu akan membuatnya jauh lebih baik.”

“Aku tidak pernah melihat putriku sesedih ini. Dia adalah tipe yang jarang menangis. Jika dia menangis itu artinya dia sedang benar-benar merasa sedih. Aku tidak tega melihatnya.”

“Lagipula kita tetap bisa berkomunikasi dengan Irene noona. Jangan khawatir, Hoseok.” Yoongi berusaha mencairkan suasana sedih itu sambil menepuk-nepuk pundak Hoseok.

Mata Ibu Irene lalu berpindah pada sosok pria yang hanya diam sejak tadi. “Kau juga banyak membantu kami kemarin tapi kami belum mengucapkan terima kasih padamu. Terima kasih ya.”

“Oh bukan apa-apa, omoni.” Taehyung langsung mengibaskan kedua tangannya. Lalu ia berdiri dan membungkukkan tubuhnya sopan, “Aku juga belum memperkenalkan diriku. Aku adalah Kim Taehyung. Aku bekerja di cafe Jeon ahjussi.”

“Dia juga bergabung di sekolah bela diri, Jeon ahjussi.”tambah Yoongi.

“Selain itu, dia dan Irene noona yang menemukan kondisi halmoni terakhir kali dan membawanya ke rumah sakit. Dia juga masuk ke ruang ICU di saat-saat terakhir halmoni.” Namjoon juga bersuara.

Orang tua Irene terlihat terkejut mendengar itu, “Sungguh? Apa kau…”

“Tidak. Tidak.” Taehyung langsung menggeleng. Tau apa yang sedang di pikirkan oleh ibu dan ayah Irene. “Aku menyukai halmoni dan sudah menganggap beliau seperti nenekku sendiri jadi aku sering datang kemari. “

“Kau menyukai halmoni?”

Taehyung mengangguk, “Aku sudah menganggapnya seperti nenekku sendiri.”

“Oh, aku pikir kau dan Irene…” Ibu Irene tertawa kikuk karena telah salah menduga.

Taehyung hanya tersenyum tipis sambil menggeleng, mengelak pernyataan itu.

“Kalau begitu, kami pulang dulu, omoni.” Mereka akhirnya berpamitan. “Jika Irene noona menginginkan sesuatu atau jika ada hal yang bisa kami bantu, tolong segera menghubungi kami.”

“Aku tau. Terima kasih karena telah memperhatikan Irene kami.”

“Bukan apa-apa, omoni.”

Mereka lalu berbalik, berjalan meninggalkan rumah itu. Namun baru beberapa langkah melangkahkan kaki, Taehyung berhenti sesaat dan mendongak ke atas. Ke arah kamar Irene yang terletak di lantai dua.

“Taehyung, apa yang sedang kau lakukan? Ayo.”seru Namjoon membuyarkan lamunan Taehyung.

Taehyung berdehem kecil, “Tidak ada, hyung.” Lalu menyusul langkah mereka.

***___***

Akhirnya siang itu, Seulgi dan Jimin memutuskan untuk makan siang di sebuah restoran yang tak jauh dari gedung Hansan. Mereka meninggalkan mobil di tempat parkir dan memilih berjalan kaki menuju restoran itu.

Keduanya terlihat seperti pasangan dari sebuah kantor yang keluar untuk makan siang. Seulgi terlihat rapi dengan blazer abu-abu dan rok ketat selutut yang di pakainya, gadis itu juga memakai sepatu heels bewarna senada. Serta Jimin yang memakai seragam kerjanya (kemeja putih dan jas hitam).

“Kau yakin kan makanan di tempat itu sangat enak? Jika tidak, aku akan memberikanmu hukuman.”

Jimin tertawa, “Waah Kang Seulgi, hari ini kau benar-benar berubah.” Ia berdecak kagum. “Kemana Seulgi yang biasanya pergi? Apa kau menculiknya? Kau siapa?”

“Dokter bilang aku sudah mulai bisa mengatasi traumaku. Aku juga mulai terbiasa jalan-jalan di luar seperti ini. Jadi mulai sekarang kau jangan macam-macam denganku karena aku adalah gadis yang menakutkan.”

“Yah, kau memang membuatku takut.”balas Jimin tersenyum hingga kedua matanya membentuk eye smile.

“Kalian terlihat sangat dekat.” Tiba-tiba sebuah suara membuat Seulgi dan Jimin menghentikan langkah. Keduanya menoleh. Di depan mereka, Chaeyeong berdiri dengan kedua lengan terlipat di depan dada. Menatap keduanya dengan wajah dingin. Ia lalu mengalihkan pandangannya pada Seulgi dan berkomentar pedas, “Kau bahkan sudah berani jalan-jalan di luar. Bukankah kemarin kau bilang kau tidak mau media mengetahui tentang identitasmu? Harusnya kau pergi ke tempat yang jauh dan hidup sendirian disana.”

Seulgi balas menatap Chaeyeon tajam, “Haruskah aku mengingatkanmu untuk tidak ikut campur dalam kehidupanku?”desisnya dingin. “Sebelum aku yang mengirimmu dan ibumu ke tempat yang jauh.”

Chaeyeon tersenyum mendengus, “Kau bisa melakukannya?”

Seulgi maju satu langkah ke depan, “Sepertinya kau sudah terlalu lama berdiri di tempatku hingga kau lupa siapa dirimu yang sebenarnya.”ucap Seulgi. “Sadarlah. Selama ini kau hanya mempermalukan dirimu sendiri dengan hidup seolah-olah kau adalah tuan putri yang sebenarnya. Kau tidak akan mendapatkan apa-apa.”

Rahang Chaeyeon sontak mengeras mendengar ucapan Seulgi, Tangannya mengepal. Amarahnya meluap-luap tak tertahankan.

Seulgi tersenyum, “Pergilah.” Ia berbisik namun bicaranya terdengar jelas. “Sebelum aku yang menyingkirkanmu.”

Kepala Chaeyeon bergetar. Ia memejamkan matanya kuat-kuat. Sebisa mungkin ia menahan-nahan amarahnya karena saat ini mereka sedang berada di depan umum.

“Park Jimin!” hingga ketika ia pikir ia tak bisa menahan amarahnya lebih lama lagi. Ia membentak Jimin. “Ayo pergi. Kita harus ke suatu tempat. Sekarang!”

“Tapi…”

“Kau tuli?! Aku bilang sekarang!”

Jimin menghela napas panjang. Apa lagi yang bisa ia perbuat selain menuruti wanita itu? Ia menoleh menatap Seulgi, “Seulgi, aku rasa—”

Tapi tiba-tiba gadis itu menahan lengannya. Pandangannya tetap lurus ke depan, menatap Chaeyeon. “Dia milikku.”desisnya. “Dia tidak akan pergi denganmu.”

“Apa kau bilang?” balas Chaeyeon semakin meledak-ledak. “Dia bukan pekerjamu! Dia bekerja untuk ibuku!”

“Apa kau lupa ibumu bekerja untuk siapa?”balasnya merasa puas. Gadis itu tersenyum, “Untukku.”

Chaeyeon menelan ludah. Ingin sekali ia merobek mulut Seulgi agar tidak bersuara lagi.

Seulgi lalu menggandeng lengan Jimin dan menyeretnya pergi darisana. Namun suara Chaeyeon kembali menghentikan langkah mereka.

“Apa kau pikir kau bisa mempercayainya?” Ia menoleh ke belakang dengan senyum menyeringai. Seulgi mengerutkan keningnya. Tanpa ada jawaban atas pertanyaan itu, Chaeyeon lalu pergi meninggalkan mereka.

***___***

“Aku membencinya.”seru Seulgi kesal ketika mereka duduk di kursi yang ada di salah satu taman. Mereka membatalkan niat mereka untuk makan di restoran karena mood Seulgi tiba-tiba berubah kacau.

Jimin hanya tersenyum tipis sambil memberikan minuman soda yang di belinya, “Ini untuk mendinginkan amarahmu.”

“Aku tetap membencinya.” Namun Seulgi masih terlihat kesal.

Jimin membuka penutup kaleng dan menyodorkannya pada Seulgi lagi, “Kau mau jalan-jalan dan bersepeda?”

Seulgi menoleh, menatap Jimin dengan mata menyipit, “Apa kau juga dekat dengan gadis itu?”

“Huh? Siapa?”

“Gadis menyebalkan itu!”

“Oh, Chaeyeon?”

“Jangan sebut namanya! Aku tidak suka mendengarnya.”

Jimin tersenyum geli, “Dia hanya atasanku.”

“Atasanmu?!”

Jimin menegakkan tubuhnya, “Maksudku mantan atasanku. Karena sekarang aku bekerja untukmu, kan?” ia segera memperbaiki ucapannya sebelum Seulgi menjadi semakin marah.

“Jangan pernah datang padanya jika dia menyuruhmu, mengerti?!”omelnya. “Walaupun dia mengancammu, jangan pernah datang dan menuruti perintahnya!”

Jimin mengangguk, “Baiklah.”

Seulgi menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi sambil melipat kedua tangannya di depan dada, “Kenapa kau tersenyum seperti itu? Aku serius.”

Pria itu sebisa mungkin menahan tawa gelinya, “Baiklah, tuan putri. Aku akan melakukannya.”

***___***

Ketika bel pulang sekolah berbunyi, Saeron memandang Jungkook yang keluar kelas lebih dulu. Gadis itu menduga-duga apakah dia sudah menemukan catatannya atau belum

Setelah membereskan buku-bukunya, ia bergerak menuju gerbang sekolah. Tapi disana Jungkook sudah menghilang. Saeron menoleh ke kiri dan ke kanan dan menghela napas panjang. Sepertinya dia benar-benar sudah pulang.

Apa dia sudah membaca pesanku tapi mengabaikannya atau dia memang belum membaca pesan itu?

Saeron menyandarkan punggungnya di tembok dengan kedua mata yang terus menatap ke ujung jalan, berharap Jungkook akan kembali. Padahal dia sudah mendapatkan jawaban dan ingin memberitahu Jungkook.

Perlahan-lahan waktu berlalu, hari sudah mulai gelap namun Saeron masih berjongkok di depan gerbang sambil terus mengetatkan jaketnya. Sepertinya akan turun hujan karena angin terus berhembus kencang.

Sempat terbesit di dalam kepalanya untuk pulang ke rumah tapi hatinya menolak melakukan itu. Hatinya terus memintanya memberikan lima menit waktu tambahan dan setelah lima menit berlalu, dia akan kembali mengatakan jika dia akan menunggu lima menit lagi.

Angin berhembus semakin kencang membuat tubuh Saeron bergetar. Kakinya mulai terasa lemas karena terlalu lama berdiri dan berjongkok.

“Cepatlah datang, aku sudah tidak tahan lagi.” Ia bergumam pelan.

Namun tiba-tiba ia merasakan jika seseorang mencekal kedua lengannya. Gadis itu mendongak dan senyumnya langsung mengembang lebar melihat siapa yang datang, “Jungkook!”

***___***

Mereka bilang waktu akan berjalan lambat saat kita menunggu seseorang. Tapi entah mengapa waktu berjalan begitu cepat hari itu. Hawa dingin menyelinap melalui celah-celah jendela dan matahari mulai menampakkan dirinya. Dia sudah menunggu semalaman. Justru berharap waktu akan berhenti sesaat dan membiarkannya menatap wajah itu sedikit lebih lama. Dia berjanji dia tidak akan protes. Dia justru akan menikmatinya.

Kedua mata yang terpejam itu mulai bergerak-gerak dan perlahan-lahan terbuka. Terkejut saat mendapati sebuah wajah ada di depannya. Gadis itu sontak terduduk dengan mata terbelalak.

“Kau?!”pekiknya. Jungkook sedang duduk di lantai sementara ia tidur di ranjang. “Dimana ini? Aku dimana?”serunya panik karena merasa asing dengan tempat itu.

“Ini kamarku.”

“Apa?!”

“Kau pingsan karena kedinginan semalam. Aku membawamu pulang tapi aku tidak tau kode kunci rumahmu jadi aku membawamu kemari.”

Saeron menoleh ke kiri, mendapati sebuah baskom berisi air dan kain.

“Kau demam jadi aku membawakan kain kompres dan membelikan obat. Bagaimana keadaanmu?” Jungkook duduk di tepi ranjang, tangannya terulur dan meletakkan telapak tangannya di kening Saeron. “Sepertinya kau sudah baik-baik saja.”

Saeron menepis selimutnya, “Aku harus pulang. Jika Jimin oppa tau aku tidak ada di rumah, dia akan–“

“Kenapa kau menungguku disana seharian? Harusnya kau pulang jika aku tidak datang.”potong Jungkook menahan Saeron.

Saeron tersenyum, “Tapi akhirnya kau datang, kan?”

Jungkook menggenggam sebelah tangan Saeron, “Maafkan aku karena aku datang sangat terlambat dan membuatmu menunggu begitu lama. Aku baru membaca surat itu saat aku sudah berada di rumah.”

Saeron menggeleng, “Setidaknya kau menemukannya dan datang padaku.”

“Apa kau sudah benar-benar yakin tentang jawaban yang kau berikan?”

“Tidak.”ucap gadis itu pelan. “Tapi setiap kali kau tidak ada, aku terus mencarimu. Aku terus mengkhawatirkan hal-hal tentangmu yang seharusnya tidak perlu ku lakukan. Dan juga perasaanku pada Taehyung oppa…” ia menghentikan ucapannya sejenak. “…tentu saja dia adalah orang yang sangat penting bagiku. Tapi kedudukannya di hatiku sama seperti kedudukan Jimin oppa. Mereka memiliki tempat yang sama. Sebagai seorang kakak.”

“Aku akan menjelaskannya pada Taehyung hyung nanti.”

“Tidak perlu. Aku yang akan mengatakannya.”balas Saeron cepat. “Selama ini aku selalu membuatnya menunggu tanpa memberikan kepastian tentang perasaanku. Aku yang akan memberitahunya.”

Jungkook terdiam sesaat, “Aku juga akan menjelaskannya pada Taehyung hyung. Aku akan meyakinkannya jika aku akan menjagamu dengan baik.”

Saeron mengangguk dengan senyum, “Baiklah.”

“Jadi apa ini adalah hari pertama kita?”

“Hari pertama apanya?” Saeron mengelak malu. Gadis itu lalu buru-buru bangkit dari tempat tidur, “Kita harus pergi sekolah. Aku akan pulang dan bersiap-siap.”

Jungkook mengejar langkah Saeron keluar, “Apa kita tidak bisa membolos saja? Aku belum mengerjakan PR. Aku pasti akan di hukum lagi.”

“Kenapa kau tidak mengerjakannya? Kau kan…” Kalimat Saeron tiba-tiba terhenti. Suaranya mendadak hilang, tubuhnya menegang dan tubuhnya membeku di tempat. Jungkook yang baru saja keluar, juga terperangah hebat begitu melihat jika Jimin sudah berdiri di balik pintu rumahnya dengan tatapan tajam dan kedua lengan terlipat di depan dada.

“Jimin oppa…” Saeron seakan sesak napas. Ia seperti tidak bisa merasakan oksigen di udara.

“Kau ada disini semalaman?”tanyanya tajam. “Kau bersama si brengsek ini?”

“Aku bukan pria brengsek hyung-nim. Aku kan sudah berjanji—”

“Bukankah akhir-akhir ini kau menghindarinya?”potong Jimin membuat Jungkook langsung terdiam. “Kau pikir kau sudah menyerah.”

“Tidak. Bukan begitu. Aku…”

“Oppa kami sudah berkencan.” Ucapan Saeron barusan tidak hanya membuat Jimin terkejut tapi Jungkook juga. Matanya terbelalak lebar mendengar jawaban berani Saeron itu. Tapi bukankah ini terlalu cepat memberitahunya?

“Apa?”

Bola mata Jungkook bergerak-gerak kebingungan. Sial. Sepertinya dia akan di habisi sebentar lagi, “Tidak hyung-nim. Bukan begitu. Biar ku jelaskan dulu, sebenarnya kami—”

“Apa kau akan mengelaknya?” Saeron menoleh ke belakang menatap Jungkook. “Bukankah baru saja kau bertanya apa ini hari pertama kita?”

Jungkook semakin kebingungan. Dia terlalu takut karena saat ini wajah Jimin terlihat sangat menyeramkan. Dia bermaksud menenangkannya dulu. Tapi sepertinya jawabannya telah membuat Saeron marah.

“Ya! Apa kau bercanda?” Saeron mulai kesal.

“Dengarkan aku dulu.” Jungkook mencoba menjelaskan. Ia memajukan wajahnya dan berbisik pada Saeron, “Aku takut.”

“Apa?” Saeron tidak habis pikir dengan alasan itu. Tubuhnya bahkan lebih besar dari Jimin. Tapi saat ini dia justru bersembunyi di belakangnya seperti anak ayam. “Tsk, benar-benar….” Saeron mendorong tubuh Jungkook. “Pergi! Aku tidak mau melihatmu lagi.” Gadis itu lalu pergi menuju ke rumahnya sendiri.

Jungkook sudah akan mengejar namun Jimin bergeser seperti barikade untuk menghalangi langkah Jungkook. Nyali Jungkook kembali menciut, ia mundur ke belakang dengan kepala menunduk dan sikap sopan seolah-olah dia sedang berhadapan dengan kepala militer.

Jimin melangkah maju namun Jungkook dengan cepat melangkah mundur, “Jika kau berani menyakiti adikku lagi, aku pasti akan membunuhmu.”ancamnya.

“B-baik, hyung-nim.”jawab Jungkook pelan tetap dengan sikap patuh.

Pria itu lalu berbalik dan meninggalkan rumah itu. Oksigen yang tadinya menghilang tiba-tiba saja kembali bisa di rasakannya. Jungkook menghirup udara banyak-banyak, jantungnya berdegup kencang tak karuan hingga ia terduduk di dipan kayu. Ia menghusap-husap dadanya. Sepertinya ia akan melalui jalan yang berat.

***___***

Saeron telah menceritakan semuanya pada Jimin tentang kejadian semalam membuat kakak laki-lakinya itu hanya bisa mendesah panjang sambil geleng-geleng kepala. Dia tidak tau jika adiknya bisa sebodoh itu.

“Kami sungguh tidak melakukan apapun, oppa. Dan bahkan sepertinya dia tidak tidur karena menjagaku semalaman.”

“Cih, kau bahkan sudah mulai membela si brengsek itu.”

“Jangan memanggilnya begitu. Dia kan tidak seburuk itu.” Saeron masih melanjutkan pembelaannya sambil menghidangkan secangkir kopi hangat untuk jImin. Jimin hanya mendengus kesal.

“Apa kau sudah memberitahunya tentang ini?”

“Maksud oppa?”

“Daegu.”

Saeron terdiam selama beberapa saat lalu menggeleng, “Belum.”serunya. “Tapi aku akan memberitahunya secepatnya.”

Jimin mengangkat cangkirnya, hendak akan menyeruputnya, “Jelaskan baik-baik padanya. Dia pasti akan mengerti.”ujarnya pelan, menyembunyikan setengah wajahnya di balik cangkir.

Saeron sedikit tertegun dengan perhatian kecil Jimin untuk Taehyung itu. Gadis itu tersenyum dan mengangguk, “Baiklah.”balasnya. “Kalau begitu aku pergi dulu. Jika tidak aku akan terlambat.”

“Ya! Jika dia menyakitimu lagi, cepat hubungi aku. Aku pasti akan menghajarnya.”

“Aku tau. Oppa, annyeong.”

***___***

Taehyung menjatuhkan dirinya di salah satu kursi yang berada di dekat jendela kaca. Mengambil beberapa waktu untuk istirahat sejenak. Ia meletakkan sebuah buku mewarnai di atas meja dan sekotak crayon, mulai mewarnai bagian-bagian yang masih belum di warnai.

Dia tidak datang hari ini. Yang lain juga sudah menganggap jika dia sudah tidak akan bekerja lagi mengingat besok adalah hari kepergiaannya ke China. Tapi rasanya ini sedikit tidak adil. Setidaknya mereka harus bertemu walaupun sebentar. Hanya untuk memastikan jika keadaan gadis itu baik-baik saja.

“Huh? Apa yang sedang kau lakukan? Kau mewarnai bagian yang mana?”

Sebuah suara tiba-tiba menyadarkan Taehyung. Pria itu melihat ke buku mewarnainya dan menemukan coretan-coretan crayon yang hampir memenuhi seluruh bagian. Pria itu terkejut dan meletakkan crayonnya. “Kenapa bisa begini?”serunya menggaruk kepalanya bingung.

“Kau melamun?”tanya Hoseok menatap Taehyung. “Apa yang sedang kau pikirkan?”

“Tidak ada. Aku hanya sedang tidak konsentrasi.”

“Sudah jelas jika kau sedang memikirkan sesuatu. Apa kau pikir kau bisa membohongiku, huh?”

“Kenapa?” Yoongi datang bergabung bersama mereka. Ia melihat buku mewarnai Taehyung dan mengambilnya lalu geleng-geleng kepala melihat coretan itu.

Taehyung menghela napas panjang. Ia mengambil bukunya dari tangan Yoongi dan memasukkan semua crayonnya ke dalam kotak lalu pergi.

***___***

“Kau marah? Aku kan tidak sungguh-sungguh saat mengatakannya. Itu karena kakakmu sangat menakutkan. Dia seperti akan menghajarku.” Jungkook melipat kedua tangannya di atas pintu loker yang terbuka sambil menatap Saeron dengan wajah memelas.

Saeron sejak tadi terus mengabaikannya. Seolah tidak mendengar, ia terus merapikan buku-bukunya di dalam loker.

“Saeron, kau tidak mau memaafkanku? Ini kan hari pertama kita.”

Saeron menutup pintu lokernya membuat Jungkook hampir saja terjerembap. Gadis itu menatap pria itu masih kesal, “Lupakan hari pertama. Itu tidak pernah terjadi.”dengusnya lalu berjalan melewati Jungkook.

Jungkook mengacak rambutnya frustasi sambil menghentakkan kakinya ke lantai. Sebelum akhirnya mengejar Saeron lagi. Ia mengambil buku yang di bawa Saeron, membawakannya. “Ini pasti sangat berat. Biar ku bawakan. Kau mau kemana? Makan siang?”

Saeron hanya mencibir dan kembali mengabaikannya. Keduanya lalu pergi menuju ruang kantin. Masih berusaha untuk memperbaiki suasana hati Saeron, Jungkook dengan sigap mengambilkan makan siang untuk gadis itu. Ia meletakkan nampan yang berisi makanan di depan Saeron lalu duduk di kursi yang ada di hadapannya.

“Makanlah. Kau pasti lapar, kan?” Ia tersenyum semanis mungkin.

“Kau pikir aku babi? Kenapa kau mengambilkan banyak nasi, lauk dan sayurannya? Aku tidak makan sebanyak ini.”

“Aku kan hanya ingin kau makan yang banyak. Agar kau tidak sakit lagi.”

“Yang membuatku sakit itu kau.” Balas Saeron mengingat kejadian kemarin.

Jungkook langsung berpindah duduk di samping Saeron dan menggenggam kedua tangan gadis itu erat-erat. Dalam sekejap menjadikan mereka sebagai pusat perhatian, “Maafkan aku. Kau tidak akan menarik ucapanmu, kan? Ini benar-benar hari pertama kita, kan?”

“Apa yang kau lakukan? Lepaskan tanganku.” Saeron mencoba melepaskan tangannya namun genggaman Jungkook terlalu kuat.

“Katakan dulu.”

“Bukankah kalian sudah putus? Kenapa kalian saling berpegangan tangan seperti itu?”seru salah seorang teman sekelas mereka dari meja sebelah.

“Karena itu kau bertukar tempat duduk dengan Mingyu, kan?”sahut teman mereka yang lain.

Jungkook langsung menggeleng, “Siapa yang mengatakannya? Kami tidak pernah putus. Aku bertukar tempat duduk karena waktu itu memang ada sedikit masalah. Kami hanya bertengkar.” ia menjelaskan membuat Saeron terbebelalak lebar. Anak laki-laki itu lalu merangkul pundak Saeron dengan senyum bangga, “Jangan pernah berpikir jika kami akan putus karena itu tidak akan pernah terjadi. Bahkan semalam dia menciumku.”

Sontak murid-murid laki-laki berseru menggoda keduanya sementara murid-murid perempuan hanya bisa geleng-geleng kepala dan sebagian dari mereka memaki Saeron dalam hati. Tidak bisa di pungkiri, walaupun ia tidak menyadarinya tapi Jungkook memiliki pengagum rahasia yang cukup banyak di sekolah itu. Dia juga termasuk murid populer seperti Mingyu.

Wajah Saeron merah padam, ia menunduk menyembunyikan wajahnya sambil menepis tangan Jungkook dari pundaknya, “Diamlah. Jika kau bicara lagi, aku akan menghajarmu.”bisik gadis itu.

“Kenapa? Mereka semua harus tau agar mereka berhenti mengejarmu.” Namun Jungkook justru tak perduli.

“YA!”

***___***

Berjalan tanpa kesadaran dan fokus, pria itu terkejut saat mendapati dirinya sudah berada di depan gerbang rumah sewa Irene. Awalnya dia hanya ingin jalan-jalan di sekitaran taman, tapi kenapa tiba-tiba dia sudah berada di sini?

Taehyung menggaruk tengkuk belakangnya bingung, sudah akan bergegas berbalik untuk kembali ke cafe namun langkahnya terhenti saat ia melihat seorang gadis baru saja keluar dari rumahnya dengan wajah keruh tanpa senyum.

Sontak Taehyung langsung menghampirinya. Gadis yang baru saja keluar itu terkejut.

“Kau baik-baik saja?”tanya Taehyung.

Irene meletakkan plastik sampah di tempat sampah yang ada di depan rumahnya, mengabaikan Taehyung dan akan kembali masuk ke dalam rumahnya.

Taehyung langsung menahan lengan gadis itu, “Irene.”panggilnya.

“Lepaskan aku.” Irene menepis cekalan Taehyung dan menatap tajam pria itu. “Mau apa kau kemari? Pergi.”

“Kenapa?”tanya Taehyung bingung. “Kenapa kau bersikap seperti itu padaku?”

Irene tersenyum mendengus, “Apa kau lupa bagaimana caramu memperlakukanku? Bukankah ini tidak sebanding dengan apa yang sudah kau lakukan padaku?!”

“Irene.” Taehyung kembali menahan Irene. Ia menelan ludah, “Kami semua mengkhawatirkanmu. Apa kau benar-benar akan pergi besok?”

“Kami? Maksudmu mereka? Kau tidak mungkin mengkhawatirkanku, kan?”

“Aku tidak mengerti kenapa kau tiba-tiba bersikap seperti ini padaku. Kau tidak seperti biasanya. Aku mengerti karena kau pasti merasa sedih karena kepergian halmoni. Tapi bukankah kita harus tetap berjalan ke depan? Halmoni akan sedih jika melihatmu seperti ini.”

Irene menundukkan kepalanya, “Apa perdulimu?”desisnya dingin. Begitu gadis itu mengangkat wajahnya, Taehyung terkejut karena kedua matanya sudah di genangi air. “Kau hanya orang asing yang tiba-tiba masuk ke dalam kehidupan kami. Hari ini kau akan marah-marah padaku, kau akan terlihat menakutkan, tapi keesokan harinya kau datang ke rumahku, tertawa bersama dan makan bersama nenekku. Lalu kau akan berubah lagi besok. Kau selalu seperti itu.”

Taehyung menelan ludah, menatap gadis itu penuh rasa bersalah.

“Setiap kali melihatmu, aku akan merasa sedih karena kau terus mengingatkanku pada halmoni. Bagaimana halmoni sangat menyayangimu dan memperlakukanmu seperti cucunya sendiri. Halmoni tidak tau bagaimana sifatmu yang sebenarnya. Kau sudah menipunya!” bentak Irene bersamaan dengan air matanya yang menyeruak keluar.

“Jangan pergi.”balas Taehyung pelan. “Aku ingin menjagamu.”

“Jika kau melakukannya karena halmoni, lupakan saja. Sudah ku bilang halmoni tidak tau bagaimana sifatmu yang sebenarnya jadi dia mempercayakanku padamu. Jika dia tau, dia tidak mungkin melakukannya. Jadi bagiku janji itu tidak ada artinya dan kau tidak perlu menepatinya.”

Taehyung mengulurkan tangannya, menggenggam salah satu tangan Irene, “Aku tidak ingin kau pergi.” Ia menatap Irene tepat di manik matanya. Bibirnya sudah bergerak, ingin mengatakan lebih banyak kata tapi semuanya tersendat di pangkal tenggorokan. Kata-kata itu tidak mau keluar. Tenggorokannya terasa cekat.

Irene menepis tangan Taehyung kasar, “Aku membencimu.” Lalu berbalik dan masuk ke dalam rumah.

Orang tuanya melihat pertengkaran itu dari dalam rumah. Namun mereka hanya bisa menghela napas panjang dan tidak bisa melakukan apapun.

Harusnya kau memberikanku sedikit kesempatan untuk mengatakannya. Aku ingin kau tetap tinggal. – Taehyung.

Harusnya aku menunggumu sedikit lebih lama. Aku ingin kau menahanku. – Irene.

***___***

Seorang pengawal masuk ke dalam ruang tunggu Jin setelah mengetuk pintu beberapa kali. Pengawal itu berbisik melaporkan sesuatu. Hingga beberapa saat kemudian Jin sebuah senyum tercetak di bibir Jin.

“Jadi begitu…”

***___***

Begitu turun dari bus, Jungkook langsung menarik lengan Saeron dan menyeretnya pergi kearah lain.

“Kita mau kemana?”tanya Saeron bingung.

“Kita lewat jembatan saja. Aku tidak ingin sampai di rumah dengan cepat.”

Kedua murid itu lantas memutar melewati jembatan sebelum pulang ke rumah. Sambil bergandengan tangan – lebih tepatnya seperti paksaan bagi Saeron karena Jungkook tidak mau melepaskan tangannya –

“Apa Jimin hyung masih marah padaku?”tanyanya sambil terus menyeruput susu cokelatnya.

“Sepertinya begitu.” Saeron mengangguk. “Dia bahkan ingin membunuhmu,”

Jungkook langsung mendesah panjang, “Sudah ku duga.”

“Kau harus berusaha keras untuk membujuknya. Sebenarnya dia—”

“Taehyung hyung…”

Ucapan Saeron terpotong. Gadis itu mengikuti arah pandang Jungkook dan mendapati jika Taehyung sudah berdiri di depan mereka berdua. Pria itu menatap lurus pada kedua tangan mereka yang saling bergandengan. Beberapa detik kemudian, ia mengalihkan pandangannya pada Saeron dan Jungkook sambil tersenyum tipis, “Selamat.”

TBC

Tinggalkan komentar