The Demians part 13

demian n

Tittle : The Demians

Author : Ohmija

Cast : BTS and Seulgi Red Velvet, Irene Red Velvet, Kim Saeron and DIA Chaeyeon

Genre : Action, Romance, Comedy, Friendship

Mingyu langsung mengambil langkah paling depan menghampiri Saeron yang terlihat bingung karena semua orang sedang menatapnya. Pria tinggi berkulit gelap itu mengulurkan tangan sambil memasang senyum paling lebar.

“Apa kau anak baru? Aku Mingyu. Kim Mingyu.”serunya ramah. Saeron menatap uluran tangan itu dengan kening berkerut, “Aku adalah ketua Organisasi Siswa di sekolah ini. Jadi jika kau butuh sesuatu, kau bisa mencariku.”

“Oh, aku…” Saeron sudah akan membalas uluran tangan Mingyu namun tiba-tiba Jungkook muncul, menepis tangannya.

“Dia Saeron.”seru Jungkook sambil merangkul pundak Saeron. “Dia adalah tetanggaku.”

Saeron terkejut bukan main. Kedua matanya terbelalak menatap Jungkook.

“Oh, jadi namamu Saeron?”balas Mingyu masih dengan senyum. “Kalau begitu—“

“Aku mengenalnya. Jadi dia akan duduk denganku. Ayo.” Jungkook menarik lengan Saeron tanpa memberikan waktu lebih lama untuk Mingyu mengobrol dengan gadis itu. Mendorongnya atau mungkin lebih cocok di katakan memaksanya duduk di dekat jendela sementara dia duduk di kursi yang ada di sebelahnya, menguncinya agar dia tidak bisa keluar.

“Apa yang kau lakukan?”bisik Saeron.

“Kau lupa? Kakakmu bilang kau tidak boleh bicara dengan orang asing. Dia adalah orang asing.” Jungkook menunjuk Mingyu dengan dagunya. “Jangan bicara dengannya.”

Mata Saeron membulat, “Apa?”

Jungkook tidak memperdulikan itu. Ia mengembalikan tatapannya ke depan.

“Saeron, aku pikir—“ Mingyu kembali berusaha menghampiri Saeron namun bertepatan dengan guru laki-laki yang masuk ke dalam kelas.

“Baiklah anak-anak. Selamat pagi.”

“Selamat pagi, Sonsengnim.”

“Selamat karena akhirnya kalian sudah menjadi murid kelas 2. Aku harap kalian bisa bersikap lebih dewasa dan lebih rajin belajar lagi. Dan perkenalkan, namaku adalah Jung Moobin. Aku akan menjadi wali kelas kalian. Kalian pasti sudah mengenalku, kan?“ Ia tersenyum lebar.

“Nde.”koar murid-murid bersamaan.

“Nah sekarang aku—“ Ucapan wali kelas tiba-tiba terhenti ketika ia menangkap dua wajah baru yang belum pernah di lihatnya. “Kalian anak baru?”tanyanya bingung.

Jungkook dan Saeron saling pandang lalu mengangguk bersamaan. “Aku sudah melapor ke ruang kepala sekolah tadi dan—“

“Ah, ya! Aku melihatmu tadi. Siapa namamu?”

Jungkook berdiri kikuk lalu membungkukkan tubuhnya sopan, “Aku Jeon Jungkook. Aku murid pindahan dari L.A.”

“Waaah~ L.A.” beberapa murid berdecak kagum.

“Tolong perlakukan aku dengan baik.” Ia membungkukkan tubuhnya lagi lalu kembali duduk. Sementara murid-murid perempuan menjadi kagum padanya. Bukan apa-apa. Mereka sangat jarang mendapatkan murid pindahan dari luar negeri. Dan setelah di lihat-lihat, Jungkook juga cukup tampan dan tubuhnya sangat atletis. Tiba-tiba saja dia terlihat keren.

“Lalu yang duduk di sampingnya?”

Kini giliran Saeron berdiri, “Aku Kim Saeron. Aku murid pindahan dari China. Aku minta maaf karena aku belum sempat melapor ke ruang kepala sekolah karena aku tidak tau dimana ruangannya.”

“Tidak apa-apa. Tapi kau sudah mendapatkan ruang kelas yang benar, kan?”

Gadis itu mengangguk.

“Baiklah kalau begitu. Aku harap kalian bergaul dengan baik.” Wali kelas itu tersenyum lembut.

Jungkook menyadari jika hampir seluruh murid laki-laki menatap Saeron dengan tatapan kagum. Bahkan murid laki-laki yang duduk paling depan memutar leher mereka agar bisa menoleh ke belakang untuk melihatnya memperkenalkan diri. Mereka seperti singa kelaparan yang siap memangsa rusa di padang gurun. Sudah jelas, ini situasi berbahaya.

Bukan hanya untuk kakak laki-laki Saeron tapi juga untuk dirinya. Dia bahkan belum melakukan pergerakan apapun tapi dia sudah mendapat banyak rival.

***___***

 

Irene berdiri di belakang meja kasir sambil mengetuk-ngetuk bolpoinnya ke meja namun dengan kedua mata yang terarah lurus pada seorang pria yang sedang sibuk dengan pensil-pensil warna dan buku mewarnainya. Ia duduk di sudut ruangan saat jam istirahat, sesekali tersenyum setelah ia mendapatkan warna yang tepat.

Untuk yang kesekian kalinya dia terlihat berbeda. Ketika pertama kali mereka berkenalan, Irene menganggap Taehyung sebagai pria berhati dingin yang tak banyak bicara. Lalu ketika mereka bertemu lagi, dia berubah menjadi sosok yang menakutkan. Seperti seseorang yang tak bisa mengendalikan emosinya. Dan sekarang dia justru terlihat sangat lugu seperti anak kecil yang bersemangat mewarnai bukunya.

“Apa dia memiliki banyak kepribadian?”gumam gadis itu bingung. “Dia benar-benar sangat aneh.”

“Siapa?”

Irene seketika terperanjat begitu ia mendengar suara Yoongi yang sudah berdiri di sampingnya, “Kau mengagetkanku.”

Yoongi mengambil satu kotak cookies dari etalase dan mulai mengunyahnya, “Noona, apa kau sedang memperhatikan Taehyung?”

“Apa?”seru Irene terkejut. “Apa yang sedang kau bicarakan?”

“Aku memperhatikan noona sejak tadi. Mata noona terus mengarah lurus kearahnya.”

“Jangan gila. Aku memperhatikan toko yang ada di luar sana. Yang itu.” Tunjuknya pada bangunan yang ada di sebrang cafe mereka.

Yoongi mengikuti arah tunjuk Irene lalu mengembalikan tatapannya pada gadis itu lagi dengan kening berkerut, “Tapi itu toko pakaian laki-laki.”

Irene kembali terkejut. Ia memandang ke depan, kearah toko itu untuk memastikan kebenaran ucapan Yoongi dan ternyata benar. Itu adalah toko pakaian laki-laki. Gadis itu menggigit bibir bawahnya. Dalam hati merutuki dirinya sendiri karena begitu bodoh.

Yoongi tersenyum menyeringai, “Jadi benarkan? Noona sedang memperhatikannya.”

Wajah Irene mulai memerah,“YA! Jangan asal bicara!”ketusnya sambil mendorong tubuh Yoongi kesal. “Apa kau pikir aku gila? Aku tidak memperhatikannya!”

“Ada apa ini? Kenapa kalian berisik sekali?”tanya Namjoon menghampiri keduanya.

“Irene noona, dia—aduh!” Yoongi seketika mengaduh karena Irene menendang kakinya cukup keras.

“Jika kau bicara macam-macam, kau akan mati.”ancam gadis itu lalu meninggalkan keduanya setelah menabrak pundak Yoongi dengan pundaknya hingga pria itu sedikit termundur ke belakang.

Yoongi menghusap-husap pundaknya sambil geleng-geleng kepala memandang punggung Irene, “Apa dia banteng? Dia kuat sekali.”

***___***

 

Jimin mundur ke belakang beberapa langkah. Ia menutup satu matanya, membidik keatas dengan sebuah batu kerikil kecil di tangannya.

 

Tuk.

 

Batu kerikil itu berhasil mengenai jendela kamar Seulgi. Namun tidak ada sahutan apapun darisana.

 

Tuk.

 

Ia kembali melempar batu kerikil dan berhasil mengenai jendela kamarnya lagi. Ketika dia akan melakukan usaha ketiganya, tangannya tiba-tiba berhenti mengayun begitu seorang gadis keluar dari kamar dan berdiri di balkonnya.

“Apa kau ingin memecahkan jendela kamarku?”omelnya dari atas.

Jimin tersenyum lebar melihat gadis itu, “Aku mengetuk pintu kamarmu beberapa kali tapi kau mengabaikanku. Untunglah aku bisa menahan diriku untuk tidak mendobrak pintumu dan memaksa masuk.”serunya. “Kau masih marah?”

Seulgi membuang pandangannya, tidak mau melihat Jimin, “Aku hanya sedikit kesal.”

Jimin menarik tangkai bunga mawar merah dari dalam lengan bajunya, “Bagaimana dengan ini? Kau masih marah?”

Seulgi melirik sekilas, “Ada banyak bunga yang tumbuh disini.”

“Aku sudah tau kau akan mengatakannya.” Ia membuang bunga mawar itu. “Lalu bagaimana dengan ini?” Kali ini ia mengeluarkan sebungkus ramen dari balik blazernya. “Ayo makan siang bersama.”

Seulgi masih terlihat kesal, “Kau terus memanggilku chubby, aku ingin diet.”

Jimin terkekeh geli. Ia meletakkan bungkus ramen itu keatas kursi lalu membuka sebuah bungkusan plastik besar yang sudah ia siapkan di belakangnya. “Kalau ini? Apa kau akan memaafkanku?”

Seulgi menoleh, menatap boneka beruang besar bewarna cokelat yang di angkat Jimin dengan kedua tangannya. Matanya sontak melebar. Boneka beruang itu sangat besar hingga menutupi tubuh Jimin.

Jimin menurunkan boneka itu karena Seulgi sama sekali tidak bersuara, “Jawab aku. Ini sangat berat.”

“Itu…” Seulgi memutar bola matanya, Berusaha bersikap jika ia tidak tertarik. Namun hal itu justru membuat Jimin tersenyum geli.

“Maafkan aku.”

Seulgi berdehem kecil, “Baiklah. Aku akan memaafkanmu jika kau bisa naik kesini dalam waktu 5 detik.”

Jimin langsung mengangguk yakin, “Oke!”

“Huh?” Kening Seulgi berkerut. Jimin dengan cepat mengangkat tangga yang memang sudah ia persiapkan dan menyandarkannya ke pagar balkon kamar Seulgi. Mulut Seulgi ternganga lebar karena dalam sekejap pria itu sudah berada di atas.

“Lima detik, kan?” Ia meringis lebar.

“Ya! Kau sangat licik!”

Jimin memberikan boneka beruangnya pada Seulgi sebelum ia melompat ke dalam sambil tertawa, “Aku memang berencana memanjat ke dalam kamarmu jika kau tetap tidak memaafkanku.”serunya. “Tapi syukurlah sekarang kau sudah memaafkanku.”

“Aku tidak bilang begitu.” Seulgi menggeleng sambil memeluk boneka beruangnya.

“Apa? Tadi kau bilang kau akan memaafkanku jika aku berhasil naik dalam 5 detik.”

“Tapi kau naik dalam 7 detik.”

“Darimana kau tau?”

“Aku menghitungnya dalam hati.”

Jimin mendengus, “Tidak. Yang jelas kau sudah memaafkanku. Kau sudah berjanji.” Ia bersandar pada pagar pembatas sambil melipat kedua tangan di depan dada.

Seulgi langsung menarik tangan Jimin, “Apa kau tau itu berbahaya?”

“Huh? Berbahaya apanya?”

“Jangan bersandar seperti itu. Kau bisa jatuh.”

“Aku tidak akan jatuh kecuali kau mendorongku.”serunya, beberapa detik kemudian meringis lebar. Seulgi tertawa.

“Ngomong-ngomong, apa kau membeli boneka ini?” Gadis itu mengangkat boneka beruangnya dengan kedua tangan. “Lucu sekali.”

“Iya. Tadi aku membelinya untukmu.”

Seulgi menatap Jimin sambil cemberut, “Tapi kenapa beruang?“

“Kan sudah ku bilang kau mirip seperti beruang.”

“Tidak! Aku mirip kupu-kupu. Appa yang mengatakannya.”

“Percayalah. Kau lebih mirip seperti beruang.”

Seulgi menatap Jimin sinis, “Turunlah. Aku tidak mau bicara denganmu lagi.”

Gadis itu berbalik, bergegas masuk ke dalam kamar namun Jimin langsung menahan lengannya, “Baiklah. Baiklah.”serunya. “Kali ini kau menang.” Membuat Seulgi langsung tersenyum lebar. “Dasar. Kau mengancamku dan membuatku tidak bisa berkutik.”gumamnya pelan.

Seulgi tertawa. Namun beberapa detik kemudian tawanya menghilang. Pandangannya menatap lurus ke depan sambil tetap memeluk boneka beruang yang di berikan Jimin. “Jimin-ah…”panggilnya.

Jimin menoleh, “Hm?”

“Setelah aku pikir-pikir, aku ingin menerima tawaranmu.” Gadis itu menoleh, balas menatap Jimin.

Kening Jimin berkerut, “Tawaran? Tawaran yang mana?”

Seulgi menelan ludah, “Keluar dari sini.”jawabnya pelan. “Aku ingin melihat dunia luar.”

Jimin terkejut. Ia langsung menegakkan punggungnya dan maju selangkah mendekati Seulgi, “Kau serius?”

Gadis cantik itu mengangguk, “Aku tidak mau terus-menerus berada disini. Aku juga ingin sembuh dari penyakit panikku. Tapi, kau akan menjagaku, kan?”

“Tentu saja.”balas Jimin tanpa pikir panjang. “Aku adalah bodyguard-mu. Aku pasti menjagamu dengan baik. Tapi kau tidak akan marah lagi seperti sekarang kan?”

Seulgi tertawa, “Tentu saja tidak. Aku yang memintamu.”

“Jangan marah lagi denganku.” Jimin menatap Seulgi lurus. “Rasanya tidak menyenangkan jika kau mengabaikanku.”

Seulgi hanya diam. Buru-buru ia mengalihkan tatapannya, memandang kearah lain karena mendadak ada perasaan canggung yang menyelimuti hatinya.

***___***

 

Ketika bel istirahat berbunyi, Jungkook langsung menarik lengan Saeron tanpa memberikannya waktu untuk membereskan buku-bukunya. Pria itu membawa gadis mungil itu keluar kelas di iringi tatapan bingung seluruh murid.

“Kenapa kau menarikku? Ya!” Saeron berusaha melepaskan cekalan Jungkook namun tangan Jungkook lebih kuat mencengkram lengannya.

“Sudah istirahat. Waktunya makan.”

“Tapi kau tidak perlu menggandengku, kan?”

“Jika aku tidak menggandengmu, kau akan kabur.”

Saeron mendengus, “Kabur? Kau pikir aku mau kabur kemana? Aku bahkan tidak tau tempat ini.”

“Oh, benar juga.” Akhirnya Jungkook melepaskan  cekalannya. “Aku hanya mau melindungimu dari orang-orang itu. Mereka terlihat seperti akan menerkammu.”

“Orang-orang yang mana?”

“Mereka… para murid laki-laki itu.”

Saeron mendengus kesal, “Kenapa kau bersikap seperti kakakku? Apa kau juga akan melarangku berteman?”

“Aku ingin menunjukkan pada kakakmu jika aku akan melindungimu selama kau berada di sekolah. Aku ingin membuktikan padanya jika aku adalah pria baik.”

“Membuktikan? Untuk apa?”

“Kan sudah ku katakan aku menyukaimu.”

Saeron berdecak sambil geleng-geleng kepala, bergegas melangkah pergi. Jungkook dengan cepat menahan lengannya,

“Selama beberapa hari tidak bertemu denganmu, aku benar-benar gelisah. Aku sudah berusaha untuk melupakanmu tapi tidak bisa. Dan ternyata, kita adalah teman sekelas. Apa kau tidak berpikir jika kita berjodoh?”

Saeron tertawa mendengus, “Kita baru bertemu beberapa kali dan kau sudah membicarakan tentang jodoh? Kau benar-benar gila.”

Jungkook mengacak rambutnya frustasi, “Lalu biarkan aku bertanya padamu. Seperti apa tipe idealmu?”

“Apa itu penting?”

“Sangat penting bagiku!”balas Jungkook cepat.

Saeron menghela napas panjang, sama frustasinya karena Jungkook tbenar-benar keras kepala, “Hentikan, oke? Kakakku benar-benar akan membunuhmu.”ujarnya lalu melangkah pergi meninggalkan Jungkook.

Jungkook memandang punggung gadis itu dengan wajah sedih. “Kenapa sulit sekali mendapatkanmu?”

***___***

 

Malam harinya, setelah mereka pulang dari cafe. Tuan Jeon bergabung dengan yang lain di ruang tengah sambil membawa snack kentang yang di ambil dari lemari. Hoseok yang pada awalnya berbaring langsung menegakkan tubuhnya.

Sonsengnim, itu milikku.”protesnya.

Kening tuan Jeon berkerut, “Apanya?”

“Snack itu milikku. Aku membelinya dan sengaja menyimpannya di lemari. Kenapa sonsengnim memakannya?”

Tuan Jeon mendengus, “Kenapa kau pelit sekali? Ini hanya snack.”

Hoseok merebut snack itu dari tangan tuan Jeon sambil cemberut, “Snack ini kesukaanku.”

“Aah, dasar. Kau bisa membelinya lagi.”gerutu tuan Jeon kesal. Lalu ia menoleh pada anak laki-lakinya yang hanya duduk diam di sudut ruangan, “Bagaimana hari pertamamu? Menyenangkan?”

“Tidak.”jawab Jungkook malas.

“Kenapa? Apa teman-temanmu mengganggumu?”

Jungkook hanya diam. Tidak menjawab pertanyaan itu. Namun beberapa saat kemudian ia mendekati ayahnya, tiba-tiba bergelayutan di lengannya membuat tuan Jeon langsung tersentak, “Appa, maukah appa mengabulkan satu permintaanku?”

“Ya! Ya! Ya! Apa yang sedang kau lakukan? Lepaskan aku.” Tuan Jeon berusaha melepaskan lengannya namun Jungkook semakin memeluknya.

“Appa, aku punya satu permintaan. Aku mohon.”

“Apa yang terjadi denganmu hari ini? Apa ada yang memukul kepalamu?”

Yang lain juga menatap Jungkook dengan pandangan ngeri. Tubuhnya begitu besar namun dia merengek seperti anak kecil.

“Appa~”

“Apa yang ingin kau minta? Cepat katakan dan berhenti merengek seperti itu.”balas tuan Jeon mulai kesal.

Jungkook tersenyum lebar. Ia menegakkan punggungnya, “Aku ingin pindah ke rumah sewa Irene noona.”

Tidak hanya tuan Jeon namun yang lain juga terkejut mendengar permintaan Jungkook itu, “Apa?”

“Disini terlalu sempit untuk kita. Bagaimana jika kita mencari rumah sewa lain?”

“Apa kau pikir menyewa rumah tidak butuh uang?”

“Kita masih memiliki sedikit sisa uang dari kemenanganku waktu itu, kan? Ayolah appa~ biarkan aku tinggal di rumah sewa Irene noona.”

Yoongi berdecak sambil geleng-geleng kepala, “Ini pasti tentang gadis itu, kan?”tebaknya tepat.

“Benarkah? Jeon Jungkook, apa itu benar?”tanya Hoseok.

Jungkook memajukan bibirnya setengah kesal, “Aku sedang mengalami masa pubertas. Apa kalian tidak mau mengerti? Aku sedang jatuh cinta pertama kalinya dalam hidupku.”

“Jadi ini karena seorang gadis?” Mata tuan Jeon melebar. “Ya!” Ia memukul kepala Jungkook pelan. “Jadi kau meminta pindah rumah hanya karena seorang gadis?!”

“Appa! Appa tidak mengerti.”balas Jungkook sambil menghusap-husap kepalanya.

“Oh Tuhan, aku benar-benar ingin melihat seperti apa wajah gadis itu. Apa dia mirip Suzy? Atau seperti Yoona?”cibir Hoseok.

Jungkook langsung menoleh ke belakang, mengancam Hoseok, “Hyung, jangan coba-coba menyelidikinya. Aku tidak mau punya tambahan rival.”

“Kau pikir aku juga akan menyukainya? Ya! Bagiku tidak ada yang lebih cantik dari Yoona!”

“Hyung bisa bicara seperti itu karena hyung belum melihatnya.”

“Jadi biarkan aku melihatnya.”

“Tidak!”

“Hentikan!” Tuan Jeon menutup kedua telinganya. “Kalian berisik sekali. Ini sudah malam.”

Jungkook mengembalikan pandangannya pada tuan Jeon, kembali merengek sambil mengguncang-guncang lengannya, “Appa~ appa~”

“Hentikan. Jangan merengek seperti itu atau aku akan memukulmu.”

“Pukul saja. Sekarang aku sudah lebih hebat dari appa. Aku bisa menangkis semua serangan.”

“Apa?” Tuan Jeon benar-benar tak percaya dengan apa yang di dengarnya barusan. “Ya! Jeon Jungkook! Apa kau benar-benar sudah kehilangan pikiranmu hanya karena gadis itu? Aku adalah ayahmu, brengsek.” Tuan Jeon kembali memukul kepala Jungkook, kali ini lebih keras agar dia kembali sadar.

“Appa! Berhenti memukulku.”

Tuan Jeon beranjak dari duduknya, melangkah menuju kamarnya sambil geleng-geleng kepala, “Kau sudah gila.”

“Menyebalkan.”gerutu Jungkook kesal. Ia menghela napas panjang. Ia hanya ingin dekat dengan gadis yang ia sukai apa itu salah? Lagipula mereka masih memiliki sisa uang. Dan juga rumah ini terlalu sempit untuk mereka tinggali bersama.

Namun tiba-tiba ia mendapatkan sebuah ide. Ia tersenyum menyeringai ketika matanya mengarah pada Namjoon. Anak laki-laki itu menggeser duduknya, duduk di sebelah Namjoon.

“Hyung.”panggilnya dengan suara yang sangat manis.

Namjoon yang asik menonton TV tidak menoleh, “Apa?”

“Hyung, bantu aku bicara dengan appa. Biarkan aku pindah rumah.”

“Huh?” Namjoon menoleh, menatap anak itu. “Apa kau tidak suka tinggal dengan kami?”

“Tidak. Bukan begitu.” Jungkook langsung menggeleng. “Aku dan dia ternyata menjadi teman sekelas tapi tetap saja sangat sulit mendekatinya karena kakak laki-lakinya itu. Jika aku pindah ke rumah yang ada di sebelahnya, aku bisa bertemu dengan kakak laki-lakinya sesering mungkin dan aku akan mencoba mengambil hatinya. Bukan karena aku tidak suka tinggal bersama kalian. Tapi…” Ia mendesah panjang. “Ayolah hyung. Bantu aku.”

“Kau benar-benar menyukainya ternyata.” Namjoon berdecak sambil geleng-geleng kepala, “Baiklah. Aku akan mencobanya. Tapi aku tidak bisa menjanjikan apapun padamu.”

Jungkook langsung tersenyum lebar, “Terima kasih, hyung! Aku tau kau yang terbaik!”

“Aaah, menjijikan.”sahut Hoseok sambil memasang ekspresi kesal. Namun Jungkook tidak perduli. Yang penting, Namjoon akan membantunya.

***___***

 

Jungkook berdiri bersandar pada tembok yang tak jauh dari pintu gerbang dengan kedua tangan yang ia masukkan ke dalam saku celana. Kedua matanya terus tertuju kearah gerbang, menunggu seorang gadis yang belum juga datang. Tadi pagi, ia sudah mencoba untuk menjemputnya tapi ternyata ada kakak laki-lakinya disana dan sepertinya dia akan mengantarnya.

“Kau Jungkook, kan?” tiba-tiba seorang gadis menghampirinya.

Jungkook sedikit terkejut, ia menegakkan tubuhnya sambil mengangguk, “Iya. Kau… siapa?” ekspresinya terlihat bingung memandang gadis itu.

“Kau tidak tau? Kita sekelas. Namaku Joo Hyunhye.”

“Oh.” Jungkook mengangguk namun bola matanya berputar bingung.

“Apa yang sedang kau lakukan disini? Kenapa tidak masuk kelas?”

“Aku sedang menunggu seseorang.”

“Maksudmu… gadis itu? Park Saeron?”

Jungkook mengangguk, “Iya.”

“Apa kalian benar-benar sudah saling mengenal?”

Anak laki-laki itu mengangguk lagi, “Kami bertetangga.”

“Oh kalau begitu—“

“Dia sudah datang. Aku pergi dulu. Sampai jumpa.” Jungkook memotong ucapan gadis itu begitu ia melihat gadis yang di tunggunya sejak tadi akhirnya memasuki gerbang. Ia berlari menghampirinya lalu menjajari langkahnya. Keduanya berjalan bersisian.

“Kau sudah datang?”sapa Jungkook.

Saeron menoleh dan mengangguk, “Iya.”

“Aku menunggumu sejak tadi.”

“Huh? Menungguku?”

“Aku pergi ke rumahmu tadi pagi, berniat mengajakmu pergi bersama tapi kau diantar oleh kakakmu jadi aku pergi lebih dulu.”

“Kau benar-benar pantang menyerah.”decak Saeron sambil geleng-geleng kepala.

“Tentu saja. Aku bukan orang yang akan menyerah dengan mudah. Kau tunggu saja dan lihat bagaimana usahaku.”

Saeron menghentikan langkahnya, menoleh kearah Jungkook dan menatapnya selama beberapa saat sebelum akhirnya ia tertawa. Membuat Jungkook mengerutkan keningnya bingung.

“Kenapa kau tertawa?”

“Tidak. Hanya saja kau sedikit lucu.”balas Saeron. Keduanya kembali melanjutkan langkah.

“Lucu?”

“Kau terlihat sangat lugu saat mengatakannya dan itu terlihat lucu.”

Jungkook langsung berubah semangat, senyumnya mengembang lebar, “Jadi apa itu artinya kau menyukaiku?”

“Apa? Menyukaimu?”

“Kau bilang aku lucu.”

“Aku hanya bilang kau lucu. Aku tidak mengatakan jika aku menyukaimu.”

“Tidak apa-apa.” Jungkook menggelengkan kepalanya. “Yang penting kau bilang aku lucu.”serunya tidak perduli. Telinganya hanya mendengar kata ‘lucu’ yang berhasil membuat hatinya berbunga-bunga.

Saeron tersenyum geli sambil geleng-geleng kepala, “Ngomong-ngomong, bukankah rambutmu sudah terlalu panjang? Sebaiknya kau memotongnya sebelum kau di hukum.”

Jungkook menyisir poni rambutnya yang tumbuh keriting dan menumpuk seperti sarang burung dengan jari, “Apa kau menyukai pria dengan gaya rambut yang rapi?”

“Ya! Hentikan. Apa kau akan selalu bertanya apa yang aku sukai?”

“Karena kau belum menjawab seperti apa tipe idealmu.”

“Memangnya kenapa kau harus mengetahuinya?”

“Apa harus aku ulangi lagi, aku—“

“Ssst!” Saeron meletakkan jari telunjuknya di depan bibir Jungkook. Mereka sudah sampai di depan pintu kelas dan suara Jungkook terdengar sangat nyaring saat berbicara membuat murid-murid yang lewat langsung memperhatikan mereka. “Kecilkan suaramu. Semua orang memperhatikan.”

“Jadi beritahu aku.”

Saeron menghela napas panjang, “Baiklah. Aku akan memberitahumu.” Senyum Jungkook kembali mengembang lebar. “Tapi nanti, saat jam istirahat karena sekarang kita harus masuk kelas.” Kemudian gadis itu berjalan masuk ke dalam ruang kelas.

“Apa?”seru Jungkook frustasi. “Ya! Park Saeron, beritahu aku.”

***___***

 

Irene berdiri di luar cafe menunggu yang lain yang masih bergantu baju di dalam. Gadis itu mendongak kearah langit yang terlihat sangat gelap, menandakan jika akan turun hujan sebentar lagi.

“Jangan hujan dulu. Aku tidak membawa payung. Oh astaga!” Ia tiba-tiba terlonjak saat seseorang membuka pintu dengan keras di belakangnya. Ia menoleh dan melihat Taehyung keluar, menatapnya dengan ekspresi datar. “Kau mengagetkanku!”omel Irene sambil menghusap-husap dadanya.

“Kenapa kau terkejut? Kau tau jika pintunya memang sedikit rusak.”

“Tapi setidaknya pelan-pelan membukanya. Kau mau menghancurkan pintunya ya?”

“Pintunya tidak akan terbuka jika aku membukanya pelan-pelan.”balas Taehyung membuat Irene semakin kesal.

“Mana yang lain? Kenapa lama sekali? Kalian membiarkan wanita menunggu lama!”

“Itu karena hanya ada satu ruangan yang di gunakan untuk kita berganti baju dan kami selalu mempersilahkanmu memakai ruangannya duluan. Tunggulah sebentar lagi. Mereka akan segera keluar.”

Irene mendengus. Sudah akan membalas ucapan Taehyung namun ia kembali menutup mulutnya. Yang di katakannya memang benar. Dia selalu menggunakan ruang ganti lebih dulu.

Dari balik kaca, tanpa di sadari oleh keduanya, Yoongi memperhatikan mereka dengan senyum geli.

“Hyung, kenapa masih disini? Ayo.”ajak Hoseok, muncul bersama Namjoon.

“Sebaiknya kita pulang belakangan.”

Alis Hoseok dan Namjoon terangkat bingung, “Kenapa?”

“Biarkan mereka pulang bersama.” Ia menggerakkan dagunya menunjuk Irene dan Taehyung.

“Kenapa?” Hoseok bertanya lagi. “Hyung, aku sangat—“

“Sudahlah. Turuti saja perkataanku.” Yoongi berjalan keluar menghampiri keduanya. Ia membuka pintu yang lagi-lagi membuat Irene tersentak kaget. Pria berkulit putih pucat itu menjulurkan kepalanya dari sela-sela pintu, “Kalian pulang saja duluan. Aku dan yang lain masih harus memeriksa bahan-bahan makanan dan membenarkan pintu ini.”

“Kalau begitu biar ku bantu, hyung.”

“Tidak usah.”tolak Yoongi cepat. “Tidak ada yang mengantar Irene noona jadi kau pulang duluan saja. Kami juga akan segera pulang.”

“Aku bisa pulang sendiri. Tidak apa-apa.”

“Jangan bercanda. Daerah ini sangat berbahaya. Jangan pulang sendirian noona.”

“Baiklah kalau begitu, hyung. Sebaiknya kalian segera pulang karena sepertinya akan turun hujan sebentar lagi.”seru Taehyung.

Yoongi mengangguk, “Oke.”

“Cepat pulang.” Irene melambaikan tangannya pada Yoongi sebelum ia dan Taehyung meninggalkan tempat itu.  Yoongi membalas lambaian tangan Irene. Setelah keduanya pergi, ia terkekeh geli.

“Hyung, sebenarnya apa yang sedang kau rencanakan?”tanya Hoseok bingung dengan sikap Yoongi.

“Tidak ada. Hanya ingin membiarkan mereka pulang bersama.”jawab Yoongi tersenyum penuh arti.

“Jangan bilang kau ingin menjodohkan mereka, hyung.”

“Kenapa? Bukankah mereka terlihat cocok?”

“Jangan gila. Mereka sama sekali tidak cocok. Setiap bertemu mereka akan bertengkar. Irene noona akan memulai perkelahian dan Taehyung akan bersikap dingin. Bagaimana bisa mereka terlihat cocok?”

“Aku pikir juga begitu.”sahut Namjoon setuju dengan Yoongi. “Lagipula Taehyung tidak pernah terlihat dekat seorang gadis. Biarkan dia dekat dengan Irene noona.”

Sementara mereka masih berada di cafe dan membicarakan Taehyung dan Irene, orang yang mereka bicarakan berjalan bersisian tanpa bicara sama sekali. Bingung. Mereka sama-sama tidak menemukan topik yang tepat untuk di bicarakan.

Sebenarnya sejak tadi Irene merasa ragu-ragu. Dia ingin bertanya tentang kejadian waktu itu tapi dia juga takut jika Taehyung akan marah. Bagaimana jika dia tidak suka jika mereka membicarakan masalah itu? Tapi di sisi lain, dia juga penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi padanya.

“Ngomong-ngomong… aku…”

“Aku harap kau melupakannya.”potong Taehyung seakan tau apa yang akan di bicarakan Irene. Pria itu menghentikan langkah, berdiri menghadap gadis mungil itu dan menatapnya lurus. “Aku tau kau pasti ingin bertanya tentang itu. Aku tidak ingin membahasnya lagi. Jadi aku harap kau melupakannya.”

“Huh?”

“Aku mengakui jika aku memiliki masalah waktu itu tapi aku tidak para hyung mengetahuinya. Jangan membicarakan masalah itu lagi. Aku tidak ingin membuat mereka khawatir.”

Irene mengerjapkan matanya. Kenapa dia seperti bisa membaca pikirannya? Dia bahkan belum mengatakan apapun.

“Aku tidak ingin bertanya tentang hal itu.” Irene mengelak dengan suara pelan. “Aku hanya ingin bertanya apa kau sudah mewarnai karena aku sering melihatmu mewarnai di sudut ruangan.” Gadis itu tertawa hambar. Mengalihkan topik pembicaraan untuk menghindari ketidaknyamanan Taehyung.

Taehyung terdiam selama beberapa saat. Namun kedua matanya masih menatap lurus kearah Irene. “Aku suka seni.”jawabnya kemudian. “Satu-satunya cara bagiku untuk melepaskan stres.” Serunya sambil melanjutkan langkahnya.

“Benarkah? Sepertinya kita sangat berbeda karena aku sama sekali tidak menyukainya. Seni membuatku mengantuk.”

“Lalu apa yang kau sukai?”

“Eum… tidak tau. Aku tidak tau hal apa yang aku sukai secara spesifik. Tapi jika aku merasa stress aku akan pergi ke taman Hangang.”

“Bersepeda?”

“Iya. Bersama yang lain.” Jawabnya. “Dulu setiap akhir pekan biasanya kami pergi piknik bersama. Jungkook akan memboncengku. Hoseok bersama Yoongi dan biasanya Namjoon tidak akan mendapatkan pasangan. Sejak dulu dia sudah terbiasa mengalah walaupun dia bukan yang tertua.” Irene tertawa mengingat-ingat hal itu. “Terkadang aku merasa kasihan padanya. Aku adalah yang paling tua tapi dia yang selalu menjagaku.”

“Karena kau adalah wanita.”

“Tidak.” Irene menggeleng, “Karena kami adalah keluarga.” Mendengar itu Taehyung tertegun. “Aku tidak tau siapa dirimu karena kita baru mengenal. Aku juga tidak tau apa masalahmu hingga membuatmu begitu stress. Tapi sekarang kau tidak tinggal sendirian. Kau memiliki orang-orang yang akan menjagamu. Sebaiknya jangan pendam masalahmu sendiri dan berbagilah dengan mereka. Walaupun tidak bisa membantu, setidaknya bebanmu akan berkurang.”

Taehyung semakin membisu. Dadanya tiba-tiba terasa sesak. Keluarga? Dia bahkan sudah lupa dengan arti kata itu. Membagi beban? Di dunia ini, sudah tidak ada yang bisa dia percaya lagi. Semua orang berkhianat. Semua orang meninggalkannya.

“Sudah sampai.” Irene tersenyum lebar. “Terima kasih karena sudah mengantarku. Sekarang sebaiknya kau pulang karena sebentar lagi akan turun hujan. Sampai jumpa.”

Irene sudah akan balik badan, bergegas masuk ke dalam gerbang namun tiba-tiba Taehyung mencekal lengannya kuat dan menariknya kearahnya. Irene seketika terkejut.

“Apa yang sedang kau lakukan?”tanyanya bingung.

Rahang Taehyung mengeras. Masih dengan mencekal lengan Irene, ia menatap gadis itu tajam, “Jangan bersikap seolah-olah kau mengenalku dengan baik.”desisnya dingin. “Aku tidak menyukainya.”

“Ya! Lepaskan aku. Lenganku sakit.”

Pria itu menelan ludah susah payah, “Aku…” lirihnya. “Aku sudah benar-benar muak dengan orang-orang yang bersikap baik di depanku. Jadi sebaiknya kau berhenti bersikap seakan-akan kau bisa membaca isi pikiranku!”

Taehyung melepaskan cekalannya kasar membuat Irene termundur ke belakang lalu berbalik pergi meninggalkan tempat itu dengan langkah-langkah panjang.

***___***

 

Sudah pukul 11 malam. Dan sepertinya semua orang sudah terlelap dalam tidur mereka. Jimin menggandeng tangan Seulgi dan menuntunnya keluar. Bisa merasakan jika tubuh gadis itu bergetar hebat saat mereka keluar dari pintu gerbang.

“Jangan khawatir. Aku akan menjagamu.”seru Jimin.

Seulgi hanya mengangguk sementara Jimin menguatkan genggamannya pada tangan gadis itu.

Malam itu, suasana masih terlihat sangat ramai. Banyak orang berlalu-lalang dan sebagian mengerumuni stand makanan pinggiran. Seulgi merapatkan tubuhnya pada Jimin, tidak hanya menggandeng tangannya namun juga memeluk lengan pria itu dengan lengan kirinya ketika seseorang berjalan kearahnya.

Jimin tersenyum geli sambil menepuk-nepuk punggung tangannya, “Tidak apa-apa.”serunya menenangkan.

Keduanya melanjutkan langkah, berjalan di pinggir jalan sambil melihat-lihat sekitar. Tidak bisa di pungkiri, Seulgi merasakan sesuatu yang aneh tiba-tiba merasuki hatinya. Entah bahagia atau sedih. Bahagia karena pada akhirnya ia bisa melihat dunia yang sudah lama ia tinggalkan. Namun juga sedih karena dunia terasa begitu besar dan menyeramkan baginya.

Dia masih merasa trauma. Masih merasa jika orang-orang yang berlalu lalang di sekitarnya adalah orang-orang yang akan menangkapnya dan mengurungnya lagi. Rasa panik mulai ia rasakan namun sebisa mungkin ia menahannya. Dia tidak bisa terus-menerus seperti ini. Dia harus menjadi kuat.

“Kau baik-baik saja?”tanya Jimin merasakan jika tangan Seulgi sangat dingin. Seulgi mengangguk kecil. Namun Jimin tidak merasa jika gadis itu baik-baik saja. Jimin mendudukkan Seulgi di sebuah kursi yang ada di depan supermarket lalu berlari masuk ke dalam untuk membeli sebotol air mineral. “Minumlah.” Ia memberikan air mineral itu pada Seulgi. “Kau tidak apa-apa? Haruskah kita pulang saja? Wajahmu sangat pucat.”

“Tidak. Aku tidak apa-apa.” Gadis itu menggeleng. “Aku hanya sedikit pusing tapi aku tidak apa-apa. Ayo jalan-jalan lagi.”

“Kau yakin? Jangan memaksakan dirimu.”

“Jika aku tidak memaksakan diri, aku tidak akan pernah bisa.” Seulgi tersenyum. “Aku tidak apa-apa jangan khawatir. Lagipula kau ada di sampingku.”

Jimin balas tersenyum sambil  menghusap kepala Seulgi lembut, “Ayo.” Ia mengulurkan tangannya yang langsung di sambut oleh gadis itu. “Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu.”

***___***

 

Ketika dia pikir pertahanannya sudah cukup kuat untuk di tembus, ternyata dia salah. Dalam sekejap benteng pertahanan yang telah mati-matian di susun olehnya porak-poranda karena satu hal. Rasa empati.

Dia sudah tidak terbiasa dengan hal-hal yang mampu menggerakkan hatinya. Karena entah sejak kapan, hatinya telah berubah seperti es. Selalu dingin. Selalu sepi. Dan ketika sinar matahari mencoba mencairkan bongkahan es itu, dia akan menjadi sangat marah.

“Hyung.” Tiba-tiba sebuah suara membuyarkan pikirannya. Taehyung mendongak dan mendapati Jungkook sudah berdiri di depan rumahnya. “Darimana saja? Sejak tadi aku menunggumu. Yang lain sudah pulang.”

“Oh, tadi aku mengantar gadis itu pulang.”

“Maksud hyung Irene noona?” Taehyung mengangguk. “Kenapa lama sekali? Sebentar lagi akan turun hujan.”

Taehyung melirik kearah payung yang ada di tangan Jungkook. Ia tertegun, “Apa kau menungguku?”lirihnya.

“Iya. Aku khawatir jika hyung kehujanan. Aku hampir pergi ke rumah Irene noona dan menjemput hyung.”

Anak laki-laki itu menelan ludah pahit, “Kenapa?”tanyanya dengan suara serak. “Kenapa kau melakukan itui?”

“Kenapa masih bertanya? Kita kan saudara.”

Saudara? Taehyung mengulangi kata itu dalam hati. Untuk yang kesekian kalinya kembali di hantam oleh pukulan keras. Ia menundukkan kepalanya, menyembunyikan kedua matanya yang mulai di genangi air. Dia tidak suka perasaan ini. Sungguh tidak suka.

Dia telah menolak untuk kembali menjadi dirinya. Enggan untuk kembali ke masa kelam dimana ketika ia di banjiri dengan banyak cinta, pada akhirnya orang-orang itu menyakitinya. Ketika dia percaya akan persahabatan dan cinta, pada akhirnya mereka pergi meninggalkannya.

Baginya, Daegu hanyalah masa lalu kelam yang ingin di lupakan. Bersama Busan dan Saeron. Dua nama yang ingin ia hapus dari hidupnya. Dua nama yang ia harapkan bisa ia lupakan. Bersama ribuan luka dan rasa sakitnya.

“Hyung, kenapa diam saja? Ayo masuk! Tadi appa membeli kaki ayam pedas untuk kita.” Ia menarik lengan Taehyung dan menyeretnya masuk ke dalam. Taehyung buru-buru menghusap air matanya dengan lengan yang lain lalu mengikutinya.

“Oh? Kau sudah datang? Kenapa lama sekali?”seru Namjoon begitu melihat Taehyung. Tangan dan mulutnya sibuk dengan kaki ayam pedas. “Cepat kesini dan makanlah ini.”

Taehyung bergabung bersama mereka. Duduk di samping Namjoon dan Jungkook.

“Kau suka kaki ayam, kan?”tanya tuan Jeon karena Taehyung sama sekali tidak bergerak. “Jika kau tidak suka, ada ramyeon di—“

“Aku suka.”ujarnya pelan. Sumpitnya bergerak, mengambil satu buah kaki ayam dan memakannya. “Terima kasih.”

***___***

 

Jimin menutup kedua mata Seulgi dari belakang dan menuntunnya menuju suatu tempat.

“Apa masih lama?”

“Sebentar lagi.”

“Jimin, apa kita tidak terlihat aneh?”

Jimin tertawa, “Orang-orang memang memperhatikan kita. Tapi jangan hiraukan mereka.”serunya. “Nah sekarang, kita sudah sampai. Apa kau sudah siap?”

Seulgi mengangguk, “Aku tidak sabar ingin melihatnya.”

Jimin menurunkan tangannya bersamaan dengan Seulgi yang membuka kedua matanya perlahan. Di depannya pohon-pohon sakura tumbuh berderet dengan lampu-lampu jalan yang menghiasinya. Ia membuka telapak tangannya, menangkap kelopak bunga yang jatuh tepat disana.

“Ini… musim semi.” Gadis itu mendongak, menatap guguran bunga sakura yang sedang menghujaninya. Angin bergembus namun terasa sejuk. Juga wangi bunga yang seakan mampu menenangkan hatinya.

“Aku berjanji sebelumnya jika aku akan membawamu melihat musim semi yang sebenarnya. Di sinilah tempatnya.”

“Sangat indah.” Seulgi masih terperangah dengan bunga-bunga itu. “Benar-benar indah.”

Jimin tersenyum, “Kau suka?”

Seulgi menoleh ke belakang menatap Jimin lalu mengangguk, “Sangat suka! Benar-benar suka! Sungguh! Jimin, terima kasih!”

Gadis itu melangkah maju, menikmati pemandangan indah yang ada di sekelilingnya dengan rasa takjub. Banyaknya pohon sakura, lampu-lampu kecil yang menjadi hiasan, juga air mancur warna-warni sungai Han yang terlihat dari sana. Mungkin dia lupa tapi sepertinya dalam hidupnya dia tidak pernah melihat musim semi seperti ini.

Namun tiba-tiba suara ledakan terdengar. Setiap pukul 12 malam selama musim semi, taman Hangang akan menunjukkan festival kembang api sederhana dimana mereka akan melepaskan kembang api selama 5 menit. Seulgi sontak terkejut, ia termundur panik sambil menutup kedua telinganya. Gadis itu menoleh ke belakang, mencari-cari Jimin namun ia tidak menemukan pria itu dimanapun.

“Jimin.”panggilnya dengan mata berkeliling. “Jimin.” Ia semakin panik, mencoba menghindari suara kembang api itu hingga tanpa sengaja menabrak seseorang hingga ia terjatuh.

“Ya! Pakai matamu!”maki gadis pejalan kaki itu kesal lalu berjalan meninggalkan Seulgi.

Seulgi menundukkan kepalanya dalam-dalam, menutup kedua telinganya rapat-rapat agar tidak bisa mendengar suara ledakan itu. Air matanya mulai menetes, benar-benar ketakutan.

“Seulgi!” Jimin berlari menghampiri Seulgi ketika melihat gadis itu terduduk di jalanan. “Kau kenapa? Apa yang terjadi? Kau tidak apa-apa? Seseorang menyakitimu?”

Seulgi tidak menjawab, hanya suara isakannya yang terdengar. Jimin menyadari apa yang terjadi pada Seulgi ketika ia mendengar suara ledakan kembang api yang bersahut-sahutan juga kerumunan orang-orang yang memenuhi tempat itu.

Ia langsung memeluk gadis itu sambil menghusap-husap lengannya, “Tidak apa-apa. Jangan menangis lagi. Aku disini.”

“Kau bilang kau tidak akan meninggalkanku.”isak Seulgi di dada Jimin. “Tapi kau tidak ada saat aku mencarimu. Kau pergi.”

Jimin melepaskan pelukannya dan menatap gadis itu, “Aku pergi membeli ddokbukkie. Aku pikir kau—“ pria itu menghentikan penjelasannya setelah ia melihat wajah Seulgi yang pucat. Dia terlihat sangat ketakutan. “…maafkan aku. Aku bersalah. Aku tidak seharusnya meninggalkanmu. Maafkan aku.”

“Aku pikir kau benar-benar pergi.” Isak gadis itu terputus-putus. “Aku pikir kau meninggalkanku! Aku sendirian!” tangis Seulgi pecah. Tangis yang terdengar seperti tangisan anak kecil itu membuat semua orang yang berlalu-lalang langsung menoleh kearah mereka. Sebagian dari mereka mencibir Jimin, menganggapnya jika dia telah menyakiti kekasihnya.

“Iya. Aku bersalah. Maaf. Tapi jangan menangis lagi. Sssst.” Jimin yang panik berusaha menenangkan gadis itu. “Aku mohon jangan menangis lagi. Semua orang sedang memperhatikan kita.”

“Kau jahat! Kau benar-benar jahat!”

“Benar. Aku jahat. Maafkan aku. Aku mohon, Seulgi. Berhentilah menangis.”

Namun tangis Seulgi semakin terdengar nyaring yang membuat Jimin semakin panik. Ia menggatruk tengkuk belakangnya, memikirkan cara untuk menenangkan gadis itu. Tapi ketika kedua matanya menatap wajahnya, sebuah senyum tercipta di bibirnya. Senyum geli. Saat menangis kedua pipi Seulgi berubah kemerahan seperti anak kecil. Dia terlihat sangat lucu.

Jimin tersenyum geli. Tangannya terulur, menghusap-husap kepala gadis itu. Namun detik berikutnya sebuah dorongan seperti menyuruh Jimin melakukan sesuatu. Terjadi begitu saja, Jimin mendekatkan wajahnya kearah Seulgi dan mendaratkan sebuah kecupan di bibir gadis itu. Sontak, kedua mata Seulgi membulat lebar bersamaan tangisnya yang langsung berhenti.

Entah mengapa, ciuman pertama di musim semi itu terasa manis.

***___***

 

Saeron menggeliat di ranjang tidurnya ketika alarmnya mengeluarkan bunyi yang sangat keras seperti mampu merobek gendang telinganya jika tidak buru-buru di matikan. Gadis itu menarik dirinya duduk, merentangkan kedua tangannya keatas dengan mata yang masih tertutup. Setelah beberapa saat mengumpulkan kesadaran, akhirnya ia membuka matanya.

“Annyeong.”sapanya pada tanaman-tanaman yang ia letakkan di jendelanya. Ia kemudian menepis selimut dan berjalan keluar kamarnya. Terkejut saat mendapati Jimin sedang tidur di lantai ruang tamu. Keningnya berkerut, “Oppa? Kapan dia pulang?”gumamnya lalu melanjutkan langkah berjalan keluar.

Sudah menjadi kebiasaannya untuk menyiram tanaman-tanamannya setiap pagi sebelum mandi dan pergi sekolah. Ia memutar keran yang ada di samping pintu, mengisi gembor plastik untuk menyiram bunga.

“Selamat pagi!” Namun sebuah suara tiba-tiba membuatnya terlonjak. Ia menoleh kearah sumber suara dan kedua matanya semakin terbelalak lebar.

“Jungkook?!”pekiknya tak percaya, melihat Jungkook berada di rumah yang ada di sebrang rumahnya.

Pria itu tersenyum lebar sambil mengangkat sebelah tangannya, “Perkenalkan. Aku Jeon Jungkook. Aku adalah tetangga barumu.”

“APA?!”

TBC

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

4 respons untuk ‘The Demians part 13

  1. sakurahaibara berkata:

    Astagaa aku makin penasaran masa lalau tae jimin saeron
    Btw itu jungkook sunpah ya kerja keras banget wkwkwk

  2. Shirayuki berkata:

    Jeon Jungkook DAEBAK !!
    Jungkook beneran pindah ?? Cari mati yaah ?! Itu Jimin lagi tidur lohh di dalam.
    😂😂😂
    Penasaran banget sama kejadian masa lalu mereka berempat. Apa sih yang terjadi ??
    Ditunggu next chapternya 😍💕
    👍👍👍💞💕😍😍😍

  3. Anfa berkata:

    Wah parah tu jungkook, udah diijinin pindah sma tuan jeon ap kabur tuh??,. Penasran sma kisah busan+daegu+saeron,. Next chap.a selalu ku tunggu,.. 😉

  4. Ros97 berkata:

    Ekhem ekhem,, itu jimin sama seulgi seriusan .? Mereka kiss beneran?
    DAEBAK,,,
    Btw, jungkook pantang menyerah sekali tu anak..

Tinggalkan Balasan ke Ros97 Batalkan balasan