FF EXO : AUTUMN CHAPTER 36 END

autumn

Author : Oh Mi Ja

Cast : Leeteuk SJ as Park Jungsoo

Luhan EXO as Park Luhan

Kai EXO as Park Jongin

Sehun EXO as Park Sehun

Support Cast : Kris EXO as jaksa

Suho EXO as Pastor

Taemin Shinee as Lee Taemin

JR JJ Project as Park Jin Young

Jonghyun CN Blue as Lee Jonghyun

Shindong SJ as Shin Donghee

Dongho Ukiss as Shin Dong Ho

Genre : Brothership, Family, Mystery, Comedy, Friendship

Akhirnya tamaaaaaat!!!! *sujud syukur* terima kasih buat orang-orang yang masih setia nunggu FF ini walaupun FF ini udah lama banget. Terima kasih semangatnya. Maaf kalau hasil tidak memuaskan. Epilog masih di pertimbangkan yaa hihihi

Note : Slow update karena lagi mudik.

 

Seorang penjaga penjara duduk di kursi saksi pada awal persidangan itu. Pria itu menceritakan tentang kronologis tuan Park yang melarikan diri dari penjara di malam dia terlibat kecelakaan mobil. Dia menyatakan jika tuan Park memberinya obat tidur sehingga ia terlelap dan tidak bisa bekerja dengan baik. Luhan  tidak bisa berkilah karena itu adalah kenyataannya.

Di awal sidang, tuan Park masih di sudutkan.

Suasana persidangan langsung mencekam ketika saksi itu akhirnya muncul. Di kawal oleh dua orang penjaga dan duduk di bagian tengah. Hari itu, pada akhirnya tuan Shin beserta anaknya menghadiri persidangan. Mereka sudah bisa menebak jika Luhan akan mengeluarkan semua saksi penting yang ia miliki hari ini.

Dan benar saja, akhirnya Kim Donghyun ada disana.

Pria tinggi berusia 30-an tahun itu duduk dengan kepala yang sedikit menunduk dan wajah muram. Rambut-rambut halus mulai tumbuh di pinggiran wajahnya, semakin menunjukkan jika dia tidak terurus.

“Pengacara Kim, apakah anda yang mengurusi kasus penggelapan dana yang menjerat Almarhum tuan Park?”tanya Luhan berdiri di samping meja saksi.

Kim Donghyun mengangguk pelan, “Yah, Almarhum tuan Park memintaku menjadi pengacaranya waktu itu.”

“Apakah menurut anda dia bersalah?”

“Tuan Park tidak memiliki alibi yang kuat dan tidak memiliki bukti jadi dia di hukum bersalah.”

“Lalu, kenapa persidangannya berjalan sangat cepat? Tidak ada pembelaan yang berarti untuk tuan Park.”

Ada jeda selama beberapa saat sebelum Kim Donghyun menjawab pertanyaan itu, “Saya mengakui…”serunya pelan. “…memang ada sesuatu di balik persidangan itu.”

Bisikan-bisikan kecil mulai terdengar di bangku penonton. Tuan Shin berdehem kecil, mencoba bersikap setenang mungkin. Sementara Hakim memukulkan palunya beberapa kali meminta semua orang untuk tetap tenang.

“Semua orang yang terlibat dalam persidangan adalah orang-orang yang bekerja sama untuk menjatuhkan tuan Park. Persidangan hanyalah formalitas untuk menutupi semua itu.”

“Maksud anda, mereka sengaja untuk menjebak tuan Park?”

Kim Donghyun mengangguk, “Tuan Park hanyalah kambing hitam dalam kasus ini.”

Taemin menghusap punggung Jongin yang langsung menundukkan kepalanya. Sementara Jinyoung menepuk-nepuk tangan Sehun yang mengepal. Keduanya sama-sama berusaha menenangkan kakak-beradik itu.

“Lalu kenapa anda tiba-tiba menghilang tanpa jejak? Bahkan sebelum persidangannya selesai.”

“Itu karena…” kesepuluh jari Donghyun saling bertaut di bawah meja. Ia menelan ludah susah payah. “Itu karena aku membawa pergi satu-satunya bukti yang di miliki tuan Park.”

Kembali bisikan-bisikan kecil terdengar. Dimana hampir semua orang memaki Kim Donghyun karena dia telah melakukan perbuatan menjijikan yang seharusnya tidak di lakukan oleh seorang pengacara.

“Malam itu, ketika aku dan tuan Park mendapatkan bukti di kantornya, aku berpura-pura pingsan setelah seseorang berpura-pura memukulku. Kemudian tuan Park lari dengan buktinya namun seseorang menabraknya di bawah. Setelah itu, aku turun dan membawa lari bukti itu.” Jelasnya dengan suara bergetar. “Kejadian itu bukan narapidana yang berusaha kabur dari penjara lalu terlibat tabrak lari. Tuan Park memang telah menyalahi aturan dengan kabur dari penjara tapi itu bukan kasus yang sebenarnya. Kejadian waktu itu adalah rencana pembunuhan yang di sengaja kami lakukan untuk menutupi kasus ini. Dan karena itu juga, saat itu tidak di temukan bukti apapun karena aku telah melenyapkannya.”

Rahang Luhan mengeras mendengar semua penjelasan itu. Ia menelan ludahnya susah payah, sebisa mungkin menahan dirinya untuk tidak meledak.

“Bisakah anda menyebutkan orang-orang yang bekerja sama dengan anda?”

Kim Donghyun terdiam sejenak. Ia menarik napas panjang dan menghembuskannya pelan dengan kepala tertunduk dalam, “Tuan Shin yang menyuruh kami.”lirihnya. “Semua ini adalah perintah tuan Shin.”

“JANGAN ASAL BICARA! KAU BRENGSEK! AKU TIDAK MELAKUKAN APAPUN!”teriak tuan Shin dari kursi penonton.

“Tenang. Ini persidangan.” Hakim kembali memukulkan palunya beberapa kali.

Jaksa penuntut menyela, “Yang Mulia pernyataan saksi tidak mendasar. Dia bisa di tuntut dengan fitnah dan pencemaran nama baik.”

“Tidak. Yang ku katakan adalah kebenaran.”kata Kim Donghyun. “Selama ini aku hidup dalam bayang-bayang rasa bersalah. Semua orang selalu mengejarku dan berniat akan membunuhku. Aku bahkan tidak bisa menetap di satu tempat dan takut dengan dunia luar. Aku tidak bisa hidup seperti itu lagi.” Ia menggeleng penuh sesal. “Aku ingin menebus semua kesalahanku. Tolong maafkan aku.”

Kim Donghyun terisak. Kepalanya semakin tertunduk dalam menyesali perbuatannya. Namun semuanya sudah terlambat. Sudah tidak ada yang bisa di perbaiki lagi.

Di tempatnya, Jongin juga menangis tanpa suara mendengar penjelasan Kim Donghyun. Semuanya begitu menyakitkan untuk di dengar. Dia tidak mengerti kenapa seseorang bisa membenci ayahnya. Seseorang yang selalu tersenyum walaupun dia sangat lelah setelah pulang bekerja. Seseorang yang bersedia mengorbankan semua hal yang dia miliki untuk anak-anaknya. Kenapa seseorang bisa membencinya seperti itu?

Sehun menoleh, menatap kakaknya juga nyaris menangis. Ia mengulurkan tangannya dan mendorong kepala Jongin ke pundaknya. Menjadikan dirinya sebagai sandaran dan menyuruh kakaknya menangis disana.

Jadi ini sebabnya kenapa Luhan tidak mau memberitahu rencana dan apa yang sebenarnya sudah terjadi pada ayahnya. Karena dia tidak mau adik-adiknya merasakan sakit untuk yang kesekian kalinya. Karena, bahkan untuk mendengar kenyataan yang sudah lama mereka tunggu-tunggu terasa sangat menyakitkan.

Sidang di istirahatkan selama 10 menit. Luhan langsung terduduk di kursinya sambil memegangi kepalanya yang terasa sangat pening. Wajahnya semakin memucat dan fokus pandangannya memudar.

“Anda tidak apa-apa, tuan Park?”tanya Kwonsu khawatir. “Sebaiknya anda pergi ke rumah sakit sekarang. Anda benar-benar terlihat seperti akan pingsan sebentar lagi.”

“Aku tidak apa-apa. Jangan katakan apapun pada adik-adikku.”bisik Luhan. Ia meringis ketika berusaha menegakkan tubuhnya.

“Hyung, apa semuanya baik-baik saja?”tanya Sehun. “Hyung tidak apa-apa?”

Luhan tersenyum sambil menggeleng, “Tidak apa-apa.”

“Kenapa hyung tidak memberitahu kami tentang hal itu?”tanyanya pelan dengan kepala yang sedikit menunduk.

“Aku tidak mungkin melakukan itu.”

“Tapi setidaknya hyung bisa membagi beban itu pada kami. Aku dan Jongin hyung sudah dewasa. Hyung tidak perlu khawatir.”

“Bagaimanapun dewasanya kalian, aku pasti tidak akan membiarkan kalian terluka.”balas Luhan cepat. “Aku minta maaf karena seakan-akan aku menyembunyikan kenyataannya tapi aku harap kalian mengerti. Sekarang kalian sudah mengetahuinya. Aku yakin kalian pasti merasa terluka lagi. Bertahanlah. Semua ini akan berlalu dengan cepat.”

Sehun memeluk kakak sulungnya itu sambil menghusap-husap punggung belakangnya, “Kami memang terluka. Tapi aku tau jika hyung merasakan luka yang lebih dalam dari kami. Bertahanlah sebentar lagi. Dan terima kasih.”

***___***


Ketika sidang di lanjutkan kembali dan orang-orang sudah mulai memenuhi ruangan persidangan itu lagi, Luhan menepuk-nepuk dadanya untuk menenangkan dirinya sendiri karena jantungnya berdegup sangat kencang. Tangannya juga mulai mengeluarkan keringat dingin dan rasanya dia akan segera muntah. Perasaannya terus gelisah namun ia berharap ini bukan suatu pertanda buruk.

Seorang saksi wanita memasuki ruangan setelah hakim memanggilnya. Saksi dari pihak tuan Shin. Luhan menyipitkan matanya, mengikuti langkah wanita itu hingga duduk di kursi saksi.

“Aku adalah Joo Hyemi. Aku bekerja sebagai sekretaris tuan Park Jungsoo yang membantunya mengurusi dana keuangan proyek pembangunan supermarket di Daegu.”seru seorang perempuan berambut panjang itu. “Saat itu, ketika dia mendapat kepercayaan untuk mengurus sebuah proyek, dia menunjukku menjadi sekretarisnya. Tapi ketika proyek sudah berlangsung, dia hanya menyuruhku untuk membuat laporan. Semua dana operasional di urus olehnya sendiri.” Ia menghentikan penjelasannya sejenak untuk menenangkan dirinya. “Saat itu para pekerja mulai protes kenapa bahan-bahan yang di beli memiliki kualitas yang sangat buruk bahkan mereka melakukan demo karena takut akan terjadi sesuatu di masa depan. Tapi tuan Park tetap memaksakan proyek itu untuk terus berjalan dan menyuntik dana untuk kepentingannya sendiri.”

“Jika anda mengetahuinya, kenapa anda tidak melaporkannya pada polisi?”tanya jaksa penuntut.

Joo Hyemi menundukkan kepalanya, “Aku takut. Tuan Park mengancam jika dia akan melakukan sesuatu yang buruk padaku jika aku melaporkannya.”

Rahang Sehun mengeras ketika dia mendengar penjelasan itu. Tangannya mengepal namun Jongin buru-buru menggenggam tangannya agar dia tidak membuat keributan lagi.

“Yang Mulia, tuan Park telah terbukti melakukan kesalahan besar. Dia menggelapkan dana dan mengancam semua karyawannya. Dia juga hampir membuat musibah untuk banyak orang karena telah membangun sebuah bangunan dengan bahan-bahan kualitas buruk. Saya harap Yang Mulia bisa mengambil keputusan yang bijak atas masalah ini.” Jaksa penuntut kembali ke kursinya. Sementara Luhan berdiri dan menghampiri saksi setelah hakim mempersilahkannya untuk memberikan beberapa pertanyaan.

Luhan memandang wanita itu dengan senyum, “Joo Hyemi-ssi, ketika kau melamar pekerjaan di Hansan Grup, kau mengikuti jalur interview?”

Semua orang termasuk Joo Hyemi sendiri bingung dengan pertanyaan yang di ajukan Luhan. Wanita itu mengerutkan keningnya bingung, “Iya. Aku mengikuti jalur interview.”jawabnya pelan.

“Bisakah kau ceritakan bagaimana sesi interview berjalan?”

Jaksa penuntut langsung berdiri merasa keberatan, “Keberatan Yang Mulia, pembela mengajukan pertanyaan yang tidak berkaitan dengan kasus.”

“Ini ada kaitannya!”balas Luhan tegas. “Yang aku tanyakan akan membuat kalian semua mengetahui kebenarannya.”

“Silahkan lanjutkan, pembela.”seru Hakim.

Luhan mengembalikan pandangannya pada Joo Hyemi, “Silahkan jawab pertanyaanku,Joo Hyemi-ssi.”

Ekspresi Joo Hyemi seketika berubah. Ia memucat sembari menundukkan kepalanya dalam-dalam. Kesepuluh jarinya bertaut di bawah meja dengan tubuh yang mulai bergetar ketakutan.

“Joo Hyemi-ssi!!”bentak Luhan menggebrak meja membuat wanita itu terperangah. “Jawab pertanyaanku.”

“Aku…” Joo Hyemi menggigit bibir bawahnya kelu. “Aku…”

“Yang Mulia, pembela memberikan tekanan pada saksi.”seru jaksa penuntut.

“Pembela harap jaga sikap anda selama persidangan.”

Luhan menegakkan punggungnya, masih dengan tatapannya yang mengarah lurus pada Joo Hyemi yang terus menghindari pandangannya.

“Aku lupa.”jawabnya pelan.

“Kau tidak mungkin melupakannya. Karena untuk menjadi karyawan tetap Hansan Grup tidaklah mudah. Harusnya itu menjadi salah satu moment terpenting dalam hidupmu.” Luhan tersenyum menyeringai membuat Joo Hyemi semakin memucat. Ia membungkukkan punggungnya kembali sambil menahan kedua ujung meja dengan telapak tangan, menatap Joo Hyemi tepat di manik mata, “Tapi beda ceritanya jika kau sebenarnya tidak pernah mengikuti sesi interview itu.”bisiknya dengan suara pelan namun mampu di dengar oleh semua orang yang ada di ruangan itu. “Benar kan… Park Heejin-ssi?”

Wanita itu seketika membeku. Kedua matanya terbelalak lebar, terperangah hebat setelah mendengar pertanyaan Luhan. Wajahnya memucat, seperti tidak memiliki darah di dalam tubuhnya. Tidak hanya dirinya, semua orang juga tersentak mendengar ucapan Luhan itu.

Park Heejin? Bukankah dia sudah meninggal?

Luhan balik badan menghadap hakim, “Yang Mulia, saksi mengatakan pernyataan palsu dan berbohong tentang identitasnya. Dia bukanlah Joo Hyemi melainkan Park Heejin, suster rumah sakit yang menyuntikkan sesuatu ke dalam selang infus tuan Park hingga ia meninggal.”

“Anda tidak bisa menuduh tanpa bukti!” Jaksa penuntut berseru penuh kemarahan.

“Bagaimana jika aku memilikinya?” Luhan tersenyum menyeringai. “Bagaimana jika kita datangkan Joo Hyemi yang asli kemari?”

Jaksa penuntut umum seketika memucat. Juga tuan Shin yang langsung membeku di kursinya.

“Yang Mulia, ijinkan saya memanggil Joo Hyemi kemari.”

Suara pintu terdengar. Seorang wanita memasuki ruangan dengan suara langkah yang terdengar berderap. Park Heejin menoleh ke belakang dan rasa takutnya semakin menjadi-jadi. Tubuhnya bergetar hebat. Bibirnya memucat dan air matanya mulai mengucur deras.

Wanita berambut panjang berkulit pucat itu membungkukkan dirinya di depan hakim lalu berseru dengan suara parau, “Saya adalah Joo Hyemi yang sebenarnya.”serunya pelan. “Seseorang yang telah di bunuh oleh adiknya sendiri.”

Tangan tuan Shin mengepal, “Brengsek. Anak itu benar-benar brengsek.”umpatnya.

“Tuan, saya akan—“

“Bukankah aku sudah menyuruhmu untuk memastikannya? Kau bilang dia sudah mati!”bisik tuan Shin pada salah satu asistennya.

Dongho seketika terkejut, “Appa… apa maksudnya itu? Jadi appa benar-benar…?”

“Tutup mulutmu.”

“Silahkan bersaksi, Joo Hyemi-ssi.”

Joo Hyemi menelan ludah pahit, kedua matanya mulai memerah,  “Orang tua kami bercerai saat kami masih sangat kecil. Aku dan ayahku tetap tinggal di desa sementara dia dan ibu pindah ke Seoul dan hidup bahagia dengan keluarga baru karena ibu menikah lagi. Kami tidak bertemu sangat lama dan tidak saling mengabari.”jelasnya dengan suara serak. “Setelah ayah meninggal, aku pindah ke Seoul untuk mengikuti test masuk perusahaan. Aku di terima setelah melewati beberapa test, Dan tiba-tiba tepatnya empat tahun lalu, aku bertemu dengan Heejin. Aku merasa sangat senang karena pada akhirnya aku bisa melihat adikku lagi tapi tiba-tiba dia menyerangku. Dia memukul kepalaku dengan kayu berkali-kali dan setelah itu menenggelamkanku dan mobilku ke sebuah sungai setelah dia pikir aku sudah mati. Agar semua itu terlihat seperti bunuh diri. Dia melakukan semua itu dengan tujuan mengambil identitasku dan hidup sebagai diriku.”

“Yang Mulia, ini adalah bukti Park Heejin telah melakukan operasi plastik untuk mengubah warna kulit dan struktur wajahnya agar mirip seperti Joo Hyemi.” Luhan menyerahkan sebuah dokumen pada hakim. “Dia melakukan operasi plastik di salah satu rumah sakit yang ada Hongkong. Saya juga memiliki visum rumah sakit atas diri Joo Hyemi setelah percobaan pembunuhan itu.”

Park Heejin semakin menundukkan kepalanya dalam. Tangisnya tersedu-sedu tak tertahankan. Karena dia tak lagi bisa berkilah. Karena semuanya sudah terbongkar.

“Heejin-ah, kenapa kau lakukan itu? Kenapa kau berubah menjadi orang jahat?”tangis Hyemi memandang adiknya itu.

“Unnie sama sekali tidak mengerti. Aku juga ingin membuat eoma bangga tapi dia selalu membanggakan anak tirinya. Dia selalu meremehkanku dan tidak percaya dengan kemampuanku. Aku juga ingin menunjukkan jika aku bisa menghasilkan banyak uang.”isak Park Heejin.

“Tapi bukan dengan cara seperti ini, Heejin.”

Park Heejin menutupi wajahnya dengan telapak tangan, “Maafkan aku. Aku mohon maafkan aku.”

Semuanya telah terbukti. Park Heejin mengaku jika dia menyuntikkan obat penenang dosis tinggi yang mengakibatkan terjadi kerusakan di otak tuan Park dan serangan jantung hingga ia meninggal dunia. Lalu mengundurkan diri dari rumah sakit dan berpura-pura bunuh diri dengan alasan depresi. Semua teman-temannya percaya jika dia telah meninggal, termasuk Luhan yang pada awalnya juga mempercayainya.

Ia lalu menjadi Joo Hyemi, seseorang yang bekerja di perusahaan itu. Tuan Park mempercayakan padanya untuk membeli bahan-bahan bangunan dengan kualitas baik namun ia justru membeli bahan-bahan kualitas buruk lalu memfitnah Tuan Park, mengatakan jika semua di tangani oleh Tuan Park bahkan membeli bahan-bahan itu.

Luhan nyaris saja tertipu oleh semua rencananya. Namun begitu ia menyelidiki ulang tentang orang-orang yang bekerja di perusahaan ayahnya, ia mendapatkan satu petunjuk.

Joo Hyemi.

Dari informasi yang dia dapatkan, Joo Hyemi adalah wanita sederhana dan rendah hati. Dia adalah wanita pekerja keras namun memiliki kepribadian yang tertutup. Joo Hyemi berubah tiba-tiba dalam satu malam. Menjadi wanita yang senang menghambur-hamburkan uang dan pergi ke club. Bahkan orang-orang di dekatnya menganggap dia sangat aneh. Dia juga seperti seseorang yang kehilangan ingatannya karena tidak mengenal siapapun di kantor. Dan setelah Luhan menyelidiki latar belakang Joo Hyemi, dia mengetahui jika dia memiliki seorang adik.

Namun sidang tidak hanya berhenti sampai di situ. Ketika Luhan memanggil saksi terakhir, ayah Kwonsu. Mantan manager yang di fitnah dan di pecat secara tidak hormat oleh tuan Shin sehingga ia tidak bisa melamar pekerjaan dimanapun karena dia memiliki catatan hitam dalam karirnya.

Tuan Shin tidak pernah mengira jika pria itu memiliki backup data tentang transaksi-transaksi illegal yang telah di lakukannya. Ia pikir semua bukti sudah menghilang karena ketika ia memecat ayah Kwonsu waktu itu, orang-orangnya telah melakukan pemeriksaan padanya dan tidak menemukan apapun. Sangat bodoh, dia lengah.

“Semua bukti sudah terkuak Yang Mulia dan mereka yang melakukan kejahatan sudah mengakui perbuatan mereka. Tapi saya masih merasa belum puas karena ada satu hal lagi yang belum terpecahkan.”seru Luhan pelan. “Empat tahun lalu ketika seorang anak tidak bisa melakukan apapun ketika ayahnya di vonis bersalah, Tuhan mengirimkan seorang malaikan untuknya. Malaikat itu mengulurkan tangannya untuk membantu anak itu menyelesaikan kasus ayahnya, ingin membuktikan jika ayahnya tidak bersalah. Namun seseorang justru menabraknya dan melarikan diri.” Luhan menelan ludah pahit. “Dia adalah Kris Wu, seorang jaksa yang di tabrak oleh mobil kijang bewarna putih dengan nomor plat Seoul 3 Ga 5489. Mobil yang telah di hancurkan oleh pemiliknya tempat tahun lalu. Mobil yang di miliki oleh anak manager Go.”

Kepala Tuan Shin bergetar. Rahangnya mengeras bersamaan kepalan tangannya yang semakin menguat.

“EMPAT TAHUN LALU!”teriak Luhan di dalam ruangan persidangan itu. “Aku dan kedua adikku telah melewati banyak masa-masa sulit. Sangat sulit hingga rasanya mau mati.” Kedua mata Luhan mulai berair. “Kedua adikku masih sangat kecil waktu itu. Tapi mereka memaksa diri mereka untuk tidak menangis. Menyembunyikan rasa sakit mereka dan tersenyum padaku, mengatakan jika mereka baik-baik saja. Lalu diam-diam pergi ke suatu tempat dan menangis sendirian disana.” Ia menghusap air matanya dengan lengan baju. “Aku adalah kakak sulung tapi tidak ada yang bisa ku lakukan untuk menenangkan mereka. Aku membiarkan mereka merasakan rasa sakit itu sendirian. Dan ketika seseorang datang mencoba untuk membantu kami, dia justru mati karena aku. Karena dia terlibat dalam kasus ini.” Luhan mengangkat wajahnya, menatap lurus kearah hakim dengan wajah yang sudah basah. “Kenapa?”tanyanya pelan. “Kenapa kalian sangat tidak adil? Kenapa kalian tidak pernah mau mendengarkan kami?! Kenapa?!”bentaknya.

Kwonsu berdiri dari duduknya dan menghampiri Luhan, “Tuan Park, hentikan. Kau bisa—“

Namun Luhan menepis cekalannya. Ia berjalan maju mendekati hakim lalu balik badan, menatap kearah dua adiknya yang juga sedang menatapnya sambil menangis.

“Aku…” Ia menelan ludah pahit. “Sebagai seorang kakak dan anak laki-laki tuan Park Jungsoo. Menyatakan jika aku tidak akan pernah memaafkan mereka yang telah menghancurkan keluargaku.  Mereka yang telah membunuh serta memfitnah ayahku, mereka yang telah membunuh sahabatku dan mereka yang telah membuat adik-adikku menjatuhkan air mata. Aku tidak akan memaafkan mereka sampai kapanpun.” Luhan menundukkan kepalanya, menghusap air matanya lalu balik badan, kini menatap hakim. “Jadi aku mohon, Yang Mulia. Tolong berikan kami keadilan. Tolong biarkan ayahku bahagia disana.”serunya serak. “Itu adalah salam penutupku.” Luhan membungkukkan tubuhnya dalam-dalam, bertahan selama beberapa detik lalu kembali ke kursinya.

***___***

 

Hakim membuka dokumen putusannya. Dengan suara pelan mulai membacakan putusan yang tertulis disana.

“Saya akan membacakan putusan saya.”ujarnya. “Semua bukti sudah terungkap dan orang-orang yang terlibat di dalamnya telah mengakui perbuatan mereka. Karena itu, putusan sebelumnya atas nama tuan Park Jungsoo telah di batalkan dan beliau di putuskan tidak bersalah.” Hakim memukulkan palunya tiga kali.

Sehun langsung memeluk Jongin yang tak lagi bisa menahan tangis. Ia memeluk kakaknya itu erat-erat dan menangis bersama. Juga Jinyoung, Taemin, Jonghyun dan Suho yang tersenyum bahagia melihat mereka.

“Dan juga, kami atas nama hukum ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya pada Almarhum tuan Park Jungsoo dan keluarganya yang telah mengalami banyak kerugian. Kami benar-benar minta maaf.”

Luhan menghusap air matanya dengan kepala yang tertunduk. Di sampingnya, Kwonsu menatap pria itu dengan senyum tulus. Akhirnya… semuanya telah terungkap. Akhirnya… kebenaran telah di ketahui. Ia mengulurkan tangan dan menghusap-husap punggung Luhan. Semakin kagum dengan pria muda itu karena ia memiliki kekuatan besar di dalam dirinya. Kekuatan untuk melindungi keluarganya.

Ketika ruang persidangan itu akhirnya kosong, Sehun menghampiri Luhan sambil membopong Jongin yang memutuskan untuk meninggalkan kursi rodanya di belakang. Luhan berdiri menatap kedua adiknya itu dengan senyum. Senyum lega. Senyum yang paling membahagiakan yang pernah mereka lihat.

“Kita menang.”

Sehun mengangguk, “Kau menang, hyung.”

“Luhan hyung.”panggil Jongin dengan suara serak. Luhan mengalihkan pandangannya menatap Jongin. “Bagiku, di dunia ini, tidak ada kakak yang lebih baik darimu. Jadi jangan pernah mengatakan jika kau tidak melakukan apapun untuk kami.”ujarnya sambil menangis. “Kau telah melakukan banyak hal untuk kami. Kau menjadi seorang ayah, ibu dan kakak sekaligus. Daripada kami, kau adalah orang yang paling banyak merasakan rasa sakit.”

Luhan tersenyum tanpa suara karena tenggorokannya mulai terasa cekat. Sebisa mungkin ia menahan gejolak di dadanya serta air mata yang ingin tumpah.

“Terima kasih, hyung. Sangat terima kasih.”

Luhan mengatupkan mulutnya rapat-rapat, sekali lagi menahan seluruh tangisnya. Ia mengangguk dan tersenyum paksa.

“Jangan menahannya.”seru Sehun mengetahui isi hati Luhan. “Sekarang giliran hyung menangis. Menangislah.”

Luhan menatap Sehun beberapa saat. Ia masih mampu bertahan. Namun kata-kata Sehun barusan telah berhasil menghancurkan seluruh pertahanannya. Sehun tersenyum lalu menarik kepala kakak sulungnya itu ke dadanya. Menyuruhnya untuk menumpahkan tangis serta sesak yang selama ini ia pendam. Membiarkannya terlihat lemah kali ini.

Luhan menenggelamkan wajahnya di dada Sehun. Serta Jongin yang memeluknya dari arah kiri, menjaganya dari pandangan yang lain.

“Appa…”isaknya. “Appa… kita menang.” Tangisnya terdengar putus-putus. “Kita menang, appa…”

Sehun semakin mengeratkan pelukannya. Tangis mereka menyatu bersamaan dengan suara isakan yang terdengar mengiris batin. Bibi Kwon dan nyonya Anne yang memandang mereka menghusap air mata. Rasanya pilu. Tapi di sisi lain juga ada kelegaan disana.

Sesak, rasa sakit dan semua yang mengganjal telah keluar. Setelah ini mereka tidak akan lagi menyimpan luka. Setelah ini mereka akan bahagia. Dengan diri mereka masing-masing. Karena mereka akan selalu saling melindungi. Dan kejadian ini, mengajarkan mereka betapa berartinya diri mereka satu sama lain. Luhan untuk Sehun dan Jongin atau Sehun dan Jongin untuk Luhan.

“Kau telah melewati banyak kesedihan, hyung. Sekarang kami yang akan melindungimu. Tidak apa-apa jika kau menangis hari ini. Menangislah sesukamu. Disana, appa pasti sangat bangga padamu. Terima kasih, Luhan hyung.”

***___***

 

Sehun langsung menghentikan langkahnya ketika ia melihat Dongho sedang terduduk di lantai sambil menangis di depan sebuah ruangan. Hatinya bergejolak. Tidak bisa di pungkiri jika rasa benci itu masih ada namun di sisi lain, ia mengerti bagaimana perasaan pria itu sekarang. Sangat mengerti.

“Kenapa? Ayo pulang.” Jinyoung menepuk pundak Sehun.

Sehun terdiam beberapa saat. Ia menghela napas panjang lalu menoleh kearah Jinyoung, “Kau duluan saja. Aku akan menyusul.”

Perasaan Jinyoung menjadi buruk karena ia bisa membaca jika Sehun akan menghampiri Dongho, ia menahan lengan sahabatnya itu, “Ya! Hentikan! Semua sudah berakhir dan kau sudah mendapatkan hukuman. Jangan memulai pertengkaran lagi.”

“Aku tidak mencari masalah.”

“Tidak.” Jinyoung semakin menguatkan cekalannya. “Jangan kesana, Park Sehun. Biarkan saja dia.”

“Hanya sebentar. Percayalah padaku.” Sehun melepaskan tangan Jinyoung lalu berjalan menghampiri Dongho.

“Park Sehun. Ya! Ya! Oh Tuhan.”

Dongho mendongak begitu ia merasakan kehadiran seseorang. Wajahnya terlihat basah dan kedua matanya sembab. Sehun menatap pria itu lurus, namun tak lagi dengan kebencian.

“Kau senang?!”sengit Dongho. “Kau pasti bahagia, kan?!”

Sehun tidak langsung menjawab pertanyaannya. Ia kembali menghela napas panjang sebelum akhirnya berseru pelan, “Aku bahagia.”

“Dasar brengsek. Kau dan saudaramu telah menghancurkan keluargaku! Kau menghancurkan ayahku!”

“Apa kau tidak ingin berubah?”balas Sehun. “Kau tidak pernah mempercayai orang lain.”

“Cih, mempercayai orang lain…” ulangnya. “Di dunia ini tidak ada yang bisa kau percaya!”

“Dongho sadarlah. Ayahmu yang menghancurkan keluargaku lebih dulu. Dia telah melakukan kejahatan. Sekarang ini saatnya dia menerima ganjaran atas perbuatannya.”

“Tutup mulutmu!”

“Aku memang membenci ayahmu tapi aku ingin kau tau jika kebencianku padamu sedikit demi sedikit telah memudar. Aku baru saja selamat dari rasa sakit yang kau rasakan sekarang jadi aku mengerti bagaimana perasaanmu. Dan juga, aku minta maaf atas semua yang telah aku lakukan padamu. Aku dengan tulus meminta maaf.”seru Sehun pelan. “Bertahanlah. Aku tau semua itu tidak mudah. Tapi tidak ada yang bisa ku lakukan selain ini.” Sehun tersenyum tipis. “Aku sudah memaafkanmu, Dongho. Aku sudah memaafkan semua yang telah kau lakukan padaku. Dan ku harap, kau juga bisa memaafkanku.” Ia lalu balik badan, berjalan pergi meninggalkannya.

Di belakangnya, Jinyoung yang mendengar semua itu menyambut sahabatnya dengan senyum hangat.

“Aku telah melakukan hal yang benar, kan?”

Jinyoung mengangguk lalu merangkul pundak sahabatnya itu, “Ibuku mengundangmu makan siang di rumah. Ayo pulang. Dia sangat merindukanmu.”

***___***

 

Ketiganya langsung terdiam ketika pintu itu terbuka. Debu tebal langsung menyambut mereka bersamaan dengan kenangan yang terlintas. Seperti sebuah film memutar di hadapan mereka.

Suara itu terdengar. Suara saat Sehun kecil berlari riang menuju pintu menyambut ayahnya yang baru saja pulang kerja. Sementara Jongin keluar dari dapur setelah membantu bibi Kwon menyiapkan makanan dengan wajah yang di penuhi noda. Dan Luhan yang datang dari ruang tamu. Mereka bertiga selalu bersemangat setiap kali mendengar suara pintu terbuka dan melihat ayah mereka pulang.

Memasuki ruang tamu, mereka melihat Luhan yang sedang membantu Sehun mengerjakan PR sementara Jongin mengerjakan PR-nya sendiri.

Juga di bagian halaman belakang, tempat dimana mereka biasanya bermain bola. Yang akan berakhir dengan tangisan Sehun karena dia kalah dari kedua kakaknya. Melihat wajah tangisnya, ayah mereka akan tertawa terbahak-bahak dan mencoba menghiburnya dengan susu cokelat.

Dan terakhir, di ruangan yang paling menyimpan banyak kenangan. Kamar ayahnya.

Luhan, Sehun dan Jongin memandang nanar setiap sudut ruangan itu. Sehun ingat, dia sering meninggalkan kamarnya dan lebih memilih tidur bersama ayahnya karena dia kesal dengan kedua kakaknya yang suka menceritakan kisah-kisah seram padanya. Sebelum mereka tidur, ayahnya akan membacakan buku cerita untuknya.

Ada banyak kenangan disana. Juga hari-hari dimana mereka tidur bersama. Mereka akan menceritakan hari-hari mereka ketika di sekolah dan bicara tentang kesulitan yang sedang mereka alami. Saling bicara tentang rahasia dan memberi nasihat.

Sekarang Luhan sadar, dia sangat tidak dewasa dulunya.

Sehun mengambil sebuah foto yang masih terpajang di atas meja kecil di samping ranjang. Menghusap kacanya yang di penuhi debu dan tersenyum begitu ia melihat dirinya bersama ayah dan kedua kakaknya disana.

Waktu berjalan sangat cepat. Tak terasa kini dia telah tumbuh besar. Sekarang dia tau bagaimana arti kedewasaan itu. Bagaimana seharusnya dia bersikap sesuai remaja umur 18 tahun.

Tidak. Dia tidak akan menangis lagi. Dia tidak akan membenci Tuhan lagi. Karena sekarang dadanya sudah tidak lagi terasa sesak. Lega. Ringan. Ayahnya mungkin sudah berada di tempat yang jauh. Tapi dia tetap bisa merasakan keberadaannya. Dia tetap hidup di dalam hatinya.

Appa, eoma, Luhan hyung, Jongin hyung, terima kasih. Aku menyayangi kalian.

END