When We Married [Chapter 1]

WWM

Author : Chanminmaa

Title: When We Married [Chapter 1]

Recommended Song : Taylor Swift – Never Grow Up

Cast: Sehun EXO-K, Luhan EXO-M, Song Raeun [OC] // Genre: Sad, Romance, Married-Life // Rating: G

Summary:

“Karena memiliki fisik yang sama, bukan berarti segalanya sama…”

***

When tears form in my eyes
When tears flow in my cheeks
Cry out loudly—the sadness will be shocked and run away

When my heart is so in pain
When my heart is crumbling
Laugh loudly—so hope can come find me

***

“Apa kau lapar, sayang?”

Aku meraih tubuh mungil itu dari dalam Box-nya, mencium kedua pipinya yang memerah karena tangisnya yang kian menjadi. Ya, dia pasti lapar karena ini memang jam makan malamnya.

Setelah memberinya sebotol susu dan mengganti popok, aku kembali menidurkannya ke dalam Box. Jika sudah seperti ini, bayi dengan mudahnya akan tertidur kembali, bukan?

“Apa kau merindukan wanita itu?” tanyaku tanpa sadar saat melihatnya yang mulai terlelap. Mengusap sayang puncak kepalanya, dalam hati aku bisa merasakan ketidakadilan yang ada.

Aku tahu.

Aku mengerti kalau semua ini pasti tidak adil baginya. Hanya saja dia masih belum mengerti apapun, terlalu kecil untuk sekedar memahami segala sesuatu yang ada di sekitarnya.

Ting Tong.

Bergegas membukakan pintu, aku tersenyum kecil melihat dua orang yang kutunggu akhirnya datang juga. Mempersilahkan mereka masuk seraya aku menggiring mereka ke kamarku—tempat dimana gadis kecil itu berada.

“Maaf karena selalu merepotkanmu, Raeun-ah…”

Entah aku harus merespon apa kali ini, yang jelas bagiku kalimat itu hanya terdengar seperti basa-basi semata. Tidak. Aku tidak pernah merasa keberatan jika gadis kecil itu harus tinggal di sini atau aku yang terkadang harus merawatnya. Tapi, kalimat itu begitu sering di ucapkan dan kurasa tak ada rasa bersalah yang tersirat disetiap nadanya.

“Kau tahu kau harus meminta maaf pada Xiao Ra, eonni. Bukan aku.” jawabku.

Sejenak pandanganku beralih pada namja yang kini tengah menggendong gadis kecil itu—Xiao Na—anak mereka yang lain. Lagi-lagi entah kenapa hatiku mendadak terasa jauh lebih sakit mengingat orang yang kini berada di samping kakakku adalah orang yang secara tidak langsung juga ikut mengabaikan Xiao Ra.

“Terimakasih karena telah menjaga Xiao Ra.” ujar namja itu begitu kami sampai di ambang pintu.

“Tidak masalah, lagipula Xiao Ra pasti mengira jika aku adalah ibu kandungnya. Dan kuharap akan selalu seperti itu.” aku terkekeh pelan saat kakakku melotot kearahku, diikuti tawa namja itu, “Tidak bermaksud menyindir.”

Lagi, aku melambai pada van hitam yang kini melaju menjauhi halaman rumahku. Mengabaikan satu fakta lain kalau sekarang masih ada satu orang lagi yang harus kupertanyakan keberadaannya. Suamiku.

Baru saja aku akan menutup pintu saat suara deru mobil kembali terdengar. Tentu saja aku sudah tahu tanpa harus menebaknya dua kali. Dia adalah Oh Sehun, suamiku.

“Kau sudah pulang?” tanyaku berusaha sehangat mungkin.

Tanpa memandangku, atau berniat untuk menjawab pertanyaanku, dia berlalu begitu saja melewatiku yang masih mematung di ambang pintu.

Benar, harusnya aku terbiasa dengan semua ini. Sikap atau sifatnya bukanlah tanpa sebab, tapi karena ketidakadilan yang terjadi padanya telah mengubah semua yang ada pada dirinya…termasuk hatinya.

***

“Naeun-ah, cepat makan yang banyak.” seru Appa terlihat begitu bahagia.

Aku mengambil beberapa lauk dengan sumpit dan meletakkan ke dalam mangkuknya, “Kau juga harus makan yang banyak Appa.” ujarku lembut dan seketika senyumnya mengembang sempurna.

Apakah kebahagiaan selalu sesederhana ini?

Meski aku tahu bahwa senyum itu tidak tertuju padaku serta perhatian itu bukan untukku. Tetap saja, bagaimana pun keadaannya, seorang Ayah tetaplah seorang Ayah, dan aku menyayanginya sepenuh hatiku.

Sejenak hening. Aku menatap Sehun di sampingku yang masih memakan makanannya dalam diam, khas seperti apa yang dia lakukan biasanya.

“Kau harus banyak memakan sayuran, sayang.”

Aku meletakkan beberapa jenis salad di mangkuknya, kulihat dia hanya memandangku sebentar dan hanya menggumamkan kata ‘terimakasih’ yang lebih terdengar seperti bisikan. Berbeda dengan namja di hadapanku yang akan dengan senang hati melakukan apapun untuk istrinya, Sehun justru bersikap jauh dari apa yang kuharapkan.

“Luhan, bisa kau ambilkan Mayonnaise itu? ”

“Tentu honey.”

Mungkin tidak seharusnya aku membandingkannya dengan siapapun. Tidak, sekalipun itu adalah suami dari kakakku sendiri.

“Raeun-ah, aku akan bekerja hingga larut malam nanti. Bisa kau menjaga Xiao Na dan Xiao Ra?”

Aku mendengus kesal—lebih tepatnya berpura-pura kesal, “Jadi, sekarang kau menyerahkan kedua anakmu setelah kemarin hanya meninggalkan Xiao Ra padaku?”

Naeun eonni hanya tergelak, meminta maaf karena dia benar-benar sibuk dan terpaksa menitipkan kedua putrinya padaku. Sedangkan Luhan seperti biasa, yang akan menjemput Xiao Ra dan Xiao Na setelah pulang kerja.

“Jangan lupakan bahwa kau sudah meninggalkannya kemarin.” tambahku berusaha mengingatkan, sejujurnya aku merasa kasihan mengingat kedua gadis kecil itu bahkan masih berusia 8 bulan, dan kakakku dengan tega selalu mementingkan pekerjaannya.

“Ayolah, lagipula aku hanya meninggalkan Xiao Ra sebentar kemarin.”

“Sementara kau bersenang-senang dengan Xiao Na di Pesta?” amarahku mulai terpancing.

Aku yakin kalau sekarang semua orang yang ada di meja makan sedang menatapku heran, bertanya mengapa aku terlihat begitu meluap-luap ketika merespon perkataan Naeun eonni.

Sadar akan apa yang terjadi, aku menghela nafas pelan. “Maaf, aku tidak bermaksud seperti itu. Ingatkan aku untuk membawa perlengkan juga baju mereka.”

Beranjak dari kursiku, aku melangkahkan kakiku pergi. Meninggalkan meja makan serta mangkuk makanan yang bahkan belum kusentuh sama sekali.

***

Aku mengingatnya dengan jelas kejadian tadi pagi.

“Xiao Na dan Xiao Ra…” gumamku lagi. menatap kedua gadis mungil yang kini masih tertidur di dalam Box bayinya. Sekilas mereka memang terlihat sama, tapi jika dilihat dengan jeli, akan ada perbedaan yang sangat besar di antara mereka.

Di sandingkan seperti ini, membuatku berpikir bahwa sosok kecil ini begitu mirip seperti aku dan Naeun eonni sewaktu kecil. Terlihat sama tapi nyatanya berbeda dalam segala hal.

“Kau melamun.”

Aku menoleh kaget kearah sumber suara, terkejut mendapati namja yang entah bagaimana bisa berada di sini. Xi Luhan.

“Aku sudah menekan bel berulang kali dan kau tidak juga membukanya, aku masuk karena pintu tidak di kunci.” jelasnya seakan bisa membaca pikirannku.

“Benarkah?” aku tertawa kecil, “Sepertinya aku memang sudah melamun tadi.”

“Hmm. Apa putriku secantik itu? Kurasa tatapanmu tadi seperti—”

“Ya, mereka cantik sekali.” potongku cepat, tanpa sadar mengangkat Xiao Ra dari Box-nya dan menimangnya. “Tapi, ada kecantikan yang masih tersembunyi…”

“Apa?”

Aku mengalihkan pandanganku pada namja itu sekali lagi, tidak yakin akan mengatakan ini sementara aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk tidak ikut campur mengenai apapun tentang kehidupan mereka. Tapi, ada sesuatu yang membuatku harus melakukan ini.

“Memiliki fisik yang sama bukan berarti segalanya sama Luhan-ssi.” aku tersenyum simpul, mencium kening Xiao Ra yang masih terlelap di gendonganku, “Sadarkah kau jika kau telah membedakan mereka dengan sikapmu dan Naeun eonni selama ini?”

“Aku tidak mengerti apa maksudmu.”

“Sebuah perhiasan tetaplah perhiasan. Mereka sama berharganya meski Krystal yang berkilau hanya di sandingkan dengan Emas biasa.” aku meraih tangan kecil Xiao Ra yang menggantung bebas, menyentuh jemarinya yang tidak sempurna, “Krystal pun mudah pecah jika tidak di jaga, dan Emas biasa juga bisa menjadi indah jika di rawat dengan baik.”

“……”

Aku melihat matanya yang lekat menatapku, menerawang jauh dengan pandangan yang sulit diartikan.

“Kumohon jangan membedakan mereka lagi.”

***

Jam sudah menunjukkan pukul 11.57 PM, hampir tengah malam saat tanpa terasa aku sudah begitu lama memandangi gambarnya dari satu halaman ke halaman lain yang ada di majalah ini.

Pemotretan macam apa hingga selarut ini suamiku belum pulang juga?

Aku mendesah pelan, merebahkan tubuhku di sofa ruang tengah. Ternyata menunggu memang melelahkan, dan kurasa aku pun mulai mengantuk.

Aku yakin hari belum pagi, karena saat nada dering ponselku berbunyi aku bahkan merasa baru saja menutup mataku dan memutuskan untuk tidur di sofa.

“Yeoboseyo?”

Melirik jam yang tergantung di dinding, aku menunggu suara di seberang sana balas menyahutku.

“Appa, Raeun-ah, keadaan Appa memburuk…”

Suara itu…Sehun? Aku menatap sekali lagi nomor yang tertera di layar ponselku, meski aku tidak mengenali nomor ini, tapi suara familiar itu…pasti milik Oh Sehun.

“Apa yang terjadi? Sehun, bisa kau mengatakannya lebih jelas?” tanyaku mulai panik. Dia tidak segera merespon ucapanku dan bisa kudengar suaranya yang serak seperti sedang menangis.

Tanpa mendengar penjelasan Sehun lebih lanjut, aku meraih mantelku yang ada di sofa dan berlari kecil menuju garasi.

Aku tahu betul kalau selama ini Ayah Sehun—mertuaku, memang seringkali mengalami sakit, seingatku begitu karena terakhir kali kami bertemu beliau bahkan baru saja menjalani operasi kanker otaknya.

***

Dia ada di sudut kursi tunggu yang panjang saat aku berlari menghampirinya. Aku bisa melihat penampilannya yang kacau serta ia yang masih menunduk dalam, tidak menyadari kehadiranku.

Beranjak duduk, dengan hati-hati aku memikirkan kata apa yang tepat yang hendak kuucapkan untuk menenangkannya. Bagaimanapun juga Sehun adalah suamiku dan sudah menjadi tugas seorang istri untuk memberinya kekuatan.

“Saat eomma sakit, aku juga sama khawatirnya sepertimu.” ujarku pelan memulai pembicaraan, “Meski eomma bersikeras mengatakan kalau keadaannya membaik, tetap saja aku tidak bisa memastikannya sendiri dengan mataku, bukan? ”

Sehun terdiam, tampak menunggu aku kembali melanjutkan cerita ini.

“Dan tidak ada yang bisa kulakukan selain percaya pada apa yang eomma katakan.” sambungku seraya menatapnya lembut, tanganku bergerak menggenggam satu tangannya. “memilih untuk percaya pada apa yang sudah Tuhan rencanakan, Sehun kau hanya perlu percaya bahwa Appa akan baik-baik saja…”

“Percaya? Apa maksudmu aku harus percaya jika Appa akan meninggal, sama seperti eomma-mu dulu?!”

Terpaku pada ucapannya, aku hanya tersenyum kecil menanggapi. Aku tahu dia sedang sulit mengendalikan emosi dan rasa khawatir pada Appa-nya jelas membuatnya frustasi.

“Sehun, kau percaya pada takdir?”

“……”

“Kematian, jodoh, serta harta kekayaan. Semua itu sudah terpatri di sini” aku membalik telapak tangannya dan menujuk garis tangan yang ada di sana, “…hal semacam itu berada di luar kendali kita sebagai manusia, Sehun. Yang bisa kita lakukan hanya berdoa dan berusaha yang terbaik. Arasseo?”

Lagi, aku tersenyum padanya. Sehun hanya diam dan untuk yang pertama kalinya, perlahan bisa kurasakan namja itu mulai beringsut memelukku.

“Terimakasih.”

***

Ugh, lihat siapa yang datang.”

Aku menyambut antusias mendapati kereta bayi yang sudah terparkir rapi begitu aku membuka pintu rumah, menampakkan 2 bayi kembar di dalamnya. Luhan hanya tersenyum sementara kedua tangannya penuh dengan tas bawaan.

“Apa wanita itu mencampakkan anaknya lagi?” tanyaku sarkastis, Luhan hanya tertawa dan masih mengeluarkan beberapa barang dari tas, menatanya di atas buffet.

“Apa Sehun mulai bekerja lagi?”

Menghela nafas pelan, aku mengangguk kecil sebagai jawaban. Benar, setelah suasana duka beberapa minggu yang lalu, hari ini dia memutuskan untuk kembali bekerja.

“Cepat atau lambat dia pasti akan kembali bersikap normal.”

“Kuharap juga begitu.”

Ya, karena bagi seorang Oh Sehun, kehilangan seorang Ayah sama artinya menelan kenyataan pahit bahwa kini dia telah menjadi seorang yatim piatu.

“Kurasa aku harus berangkat sekarang.” ujarnya setelah selesai menata semua barang. Namja itu berjalan kearah kereta bayi di samping ranjangku dan mencium kedua putrinya.

Tanpa sengaja pandanganku jatuh pada dasi yang—entah aku harus menyebutnya bagaimana—karena sungguh! Demi apapun bentuknya begitu jelek dan…berantakan?

“Luhan-ssi, dasimu?” tertawa, aku menunjuk ragu benda yang menggantung di lehernya, sontak namja itu langsung tergelak.

“Oh, Naeun berangkat pagi-pagi sekali tadi. Dan karena kau sudah menertawakan hasil karyaku, aku jadi tidak percaya diri lagi.”

Canggung. Entah apa yang harus kulakukan jika sudah seperti ini.

“Begitu rupanya.” kataku pelan.

Lama kulihat namja itu berusaha sendirian untuk membenarkan dasinya, membuatku jadi merasa kasihan. Mendekatinya, aku berniat untuk menawarkan bantuan, “Jika tidak keberatan, aku bisa membantumu.”

Dia mengangguk dan aku memberanikan diri untuk meraih benda itu. Terfokus pada setiap simpulannya, aku berharap agar semua ini bisa berlangsung dengan cepat.

“Aku tidak tahu kalau kalian semirip ini.” ujarnya, membuatku semakin salah tingkah. Aku hanya diam sementara jemariku masih bergerak cepat. Perkataannya barusan membuat benda kecil itu lagi-lagi berdetak berkali lipat dari biasanya.

Tsk, apa yang sedang kalian lakukan?”

Menoleh kaget, kami sama-sama terkejut mendapati Sehun yang entah sejak kapan sudah berada di ambang pintu.

“S-sayang, kenapa kau kembali?” tanyaku gugup, refleks melepaskan dasi Luhan. Aku hanya tidak ingin dia berfikir macam-macam jika melihat ini.

Tanpa menjawab pertanyaanku dan mengabaikan Luhan yang masih berada di kamar kami, dia berjalan kea rah lemari di sudut ruangan.

“Tidak perlu sekaget itu, lagipula aku hanya mengambil bebarapa pakaian dan akan pergi lagi setelah ini.” ujarnya datar, memasukkan beberapa potong baju ke dalam tas, berlalu pergi, sesaat Sehun berhenti tepat di sebelah Luhan, menatap namja itu tajam. “Dan aku hanya ingin memastikan tidak ada yang sedang berpura-pura atau keliru melihat istri orang lain sebagai istrinya.”

TBC

 

N/A :

(‘-’ ) (._. ) ( ._.) ( ‘-’) *Celingukan. KENAPA INI JADI CHAPTERED???!!! Hahaha.

Setelah ngebut dan hampir berhasil nyelesain ini, jujur aku juga bingung mau bikin ending yang bagaimana (Dasar absurd). Aku putusin buat pindah haluan dari Oneshot ke Chaptered aja -_- keke

And I don’t think this perfect enough…

Aku harap kalian suka dan bersedia komen ^^ Semakin banyak komen, semakin cepat saya publish Chapter selanjutnya XD

 

36 respons untuk ‘When We Married [Chapter 1]

  1. Suharnila berkata:

    Keren bnget ff na thor…,,
    tpi msih pnasaran,,sbnernya knapa sma sehun kok sfat na dngin bnget ke raeun,,
    trus kok luhan sma naeun bda2in anak na sih.
    Lanjut thor biar ga bkin tmbah pnasaran.

  2. Piga Tan berkata:

    wuhuuu,awalnya aku blm ngerti bener thor*nyengir XD
    tapi,setelah aku lihat, aku raba, aku terawang*halah aku akhrnya nyambung juga ama ceritanya =D
    itu mereka kembarkan?terus slh 1 kaya d diskriminasi atau lbh tepapnya ortunya pilih kasih!ya kan?
    ah,tp aku bingung thor,itu istrinya sehun sbnarnya suka gth y ama luhan,?atau gmana?
    tapi tapi,ini bgus kok thor,cuman emang masih kurang jelas aja!alias blm menemukan titik terang =D
    tp,untuk penataan bhasa cukup rapi,cuman alurnya agak kecepetan =D
    kalo tebakanku sh.,ini ff bkal complecated bgt,tp aku tetep nunggu next chapternya =D
    maapkeun ya kalo comen nya panjang kali lebar gini!
    maapkeun juga kalo kata kata saya ada yg menyinggung =D
    ok,sekian dan terimakasih =D
    HWAITING AUTHORRR =D

    • chanminmaa berkata:

      Halo Piga Tan ^^ terimaksih uda baca+komen 🙂
      Aaaah akhirnya ada juga yg komen sepanjang ini *sungkem XD author seneng banget kok kamu komen kayak gini, makasih juga buat semua masukannya author nggak tersinggung kok ^^

      Dan buat tebakan kamu, author emang sengaja bikin Chapter 1 ini seabstrak mungkin 😀 haha, jadi maaf yaa.. di tunggu Chapter selanjutnya ^^

  3. my bebeb lulu23 ( @tionarsagala) berkata:

    hai.. ni ff kayaknya keren buat diriku pnsaran thor,
    gimana ceritanya sehun nikah sama raneun,,pdahalkan sehun dingin.
    next chingu
    keep writing & fighting

  4. devanaamanda berkata:

    Like bangetlah. penasaran sama sehun, kenapa dia itu dingin banget sama istrinya? dan kenapa sama anaknya luhan yang emang keliatan dibedain? what happen? 😐 for all, good kok 😀 feel nya bikin deg-deg kan :3

  5. ndray18 berkata:

    Aduuhhh endingx bkin gantung diri deh..apa pasanganx akan saling bertukar? ? Aduuuuuhhh authornim tolg chapter 2nya jgan lama2 neh..keep writing

  6. deasyfang2 berkata:

    wahhh baru chapter 1 aja udh bikin greget. apalagi chapt selanjutnya? keren banget, thorr!!!!
    cepet” publish chapt selanjutnya, ya thorr!!
    hwaiting!!

  7. Karina_3R berkata:

    Huaaaa kerennn thorrr please lanjut yaaaa di postnyaa cepet yahhhhhh dan ceritanya di panjangin lagi ^^Gomawo^^

  8. beexsha berkata:

    Aaa kereen aku nemu lagi ff yang genrenya marriage life yey! Itu naeun sama si um istrinya sehun *lupa nama* kembaran ya? 😮 hihi soalnya diliat dari kata2 sehun di akhir gitu kkk. Next chap sangat ditunggu!^^b

  9. agmona98 berkata:

    sukaa sma ff nyaa pnasaran bgt kok mreka bsa dibeda2 in gitu ama ortunyaa ??
    fighting trus ya thor 🙂

  10. gamas berkata:

    annyeong min!!!
    hwaaa!!ff nya keren!!
    awalnya agak bingung sih~ tapi selanjutnya gak bingung dan udah ngerti..
    hehehe
    di tunggu chap next ya min

  11. YuriLuhan_Fans berkata:

    Kyaaaaaaaaa….eonni… seru banget…sehun mulai cemburu!!habisnya sih dia cuek…sehun itu dijodohkan ya? sama raeun?
    Luhan bilang aja naksir adeknya….kkkk~
    next eon!!ohya,tuh plih kasih ya!!

  12. Jung Ha berkata:

    Waaah ini keren thooor >< Asli baru nemu ff mariage life yang ngena banget di hati kayak gini haduh *lebay wkwk intinya ini ff keren dan harus lanjut *maksamodeon hwaiting thoor kutunggu next chap nyaa^0^

Tinggalkan Balasan ke sakurapiece Batalkan balasan